Pages

Sunday, November 27, 2016

Spontanitas dan Kerja Keras Wisang Kopi

Wisang Kopi

Kami hanya mencipta
Segala apa yang kami cinta
Bahagia..

Kami bawa yang membara 
Di dasar jiwa, di dasar jiwa

Tak ada musim pada belantara sendiri
(Pasar bisa diciptakan)
Membangun kota dan peradaban sendiri
(Pasar bisa diciptakan)

Pasar Bisa Diciptakan - Efek Rumah Kaca


Setiap matahari kembali ke peraduannya, aroma kopi mulai menguar dari paviliun sederhana yang dialihfungsikan menjadi sebuah kedai kopi. Jalan di depan paviliun sesak oleh kendaraan disertai asap polusinya. Para pekerja sedang berkejaran untuk sampai ke kediaman masing-masing. Sebagian melepas penatnya hari dengan singgah ke kedai kopi.

Adalah Wisang Kopi yang mengubah paviliun di Jalan H. Abdul Majid No. 67 ini menjadi rumah sangrai dan tempat minum kopi sejak Juni 2015. Sebuah lokasi yang strategis dengan halaman parkir luas untuk kendaraan pelanggan setia. Lahan parkir berdaya tampung delapan motor saat di Mampang Prapatan, yaitu Mei 2014-Mei 2015, mendorong Cubung Hanito untuk pindah ke lokasi dengan lahan parkir lebih lapang.

Spontanitas
Kegemaran pasangan Cubung Hanito dan Nanda Imaniar menjelajah kedai kopi Bandung dan Surabaya membuat keduanya terinspirasi membangun sebuah kedai kopi. Dari riset selama tiga tahun memadu kasih sambil menyeruput kopi, keduanya melihat peluang kedai kopi seduh manual di kawasan ibukota. Tahun 2014, tampaknya belum ada ada gerai kopi yang mengkhususkan diri menyeduh kopi tanpa mesin di Jakarta.

Impulsif, Cubung mempertaruhkan uang tabungannya, tabungan Nanda dan uang pinjaman untuk membuka Wisang Kopi. Kuliahnya di Bandung pun rela ia tinggalkan demi memfokuskan diri pada gerai kopinya. Persiapan selama tiga bulan dirasakan cukup karena ia telah mengenali kopi sejak 2006 dan serius menekuninya pada tahun 2013.

Langkah ini terbilang spontan di tengah perkuliahannya yang belum selesai dan belum terciptanya tren seduh manual. Format kedai seduh manual yang terbilang baru pada saat itu membutuhkan strategi untuk menarik minat masyarakat. Khalayak masih banyak yang beranggapan bahwa kopi adalah minuman yang pahit, membutuhkan gula atau susu agar terasa lebih nikmat. Anggapan yang terbentuk karena warisan historis dan kultural yang terlanjur melekat di pikiran masyarakat.



Kerja Keras
Bukan perkara mudah memperkenalkan keragaman rasa kopi nusantara melalui metode manual brewing. Minuman berbahan dasar susu dan powder yang manis selalu lebih unggul penjualannya di masa-masa awal. Berkotak-kotak susu habis dalam waktu singkat, sementara 250 gram kopi paling cepat habis dalam waktu seminggu.

Betapa sulit mempertahankan idealisme. Pelanggan yang datang tidak selalu sesuai harapan. Ada kejadian yang membuat satu-satunya barista di Wisang Kopi ini terpukul keras. Berawal dari pembeli yang bersikeras memesan kopi Lintong yang akan ditambah gula. Padahal, barista telah merekomendasikan kopi lain yang cocok jika ditaburi pemanis. Apa daya pelanggan tak mau mendengarkan nasihat, tetap memesan kopi Lintong dan tega menambahkan gula. Seketika Cubung menutup kedai mungilnya di Mampang Prapatan itu selama tiga hari.
“Belum bisa menerima hal-hal seperti itu.” jawab pria kelahiran 1990 ini ketika ditanya alasan menutup kedai.  
Pasangan yang sempat membina hubungan jarak jauh Bandung-Surabaya ini terus memutar otak. Membagikan kopi single origin secara cuma-cuma menjadi salah satu kiat menyebarluaskan kenikmatan kopi Indonesia. Selain itu, keduanya tekun mengedukasi masyarakat agar dapat mengenali karakter rasa kopi yang disajikan.

Setengah tahun pertama adalah masa-masa yang berat. Cubung merangkap barista sekaligus koki sempat kewalahan melayani pembeli. Nanda masih bekerja kantoran untuk menyokong pendapatan usaha kopi yang belum stabil waktu itu. Pegawai pun datang silih berganti tiap beberapa bulan sekali karena kendala trust issue sang pemilik.

Tidak ada kerja keras yang tidak membuahkan hasil. Selepas enam bulan berjibaku, Wisang Kopi telah memiliki pelanggan tetap yang rutin datang. Pembelian kopi mulai meningkat yang berdampak dikurangi menu minuman manis.



Pasar Mulai Tercipta
Efek Rumah Kaca benar, ketika mencipta segala apa yang dicinta, tidak hanya bahagia tercipta tetapi juga pasar. Pasar terbukti bisa diciptakan, meski butuh waktu dan usaha keras. Kini, hampir semua yang datang ke Wisang memesan secangkir kopi. Namun, untuk mengantisipasi pelanggan awam, tersedia coklat dingin Koldi dan cemilan seperti agar dan risol.

Usaha yang baik adalah usaha yang selalu berkembang. Barista yang terkenal arogan ini mulai belajar menyangrai kopi di Toodz House menggunakan Quest M3 di medio 2015. Setengah tahun rutin praktik, mesin Uncle John second menjadi perangkat andalan untuk menggoreng kopi single origin dari berbagai daerah di nusantara. Sejak Februari 2016, tersedia roasted beans kemasan dengan logo kucing kesayangan mereka yang hilang, yaitu Heichou.  

Terdapat misi khusus menampilkan kucing dalam kemasan roasted beans Wisang Kopi selain mengenang kucing mereka yang hilang. Rumah Sangrai  Wisanggeni berusaha meningkatkan awareness masyarakat terhadap hewan yang sering kali menjadi makhluk kelas tiga, kerap ditelantarkan dan terabaikan hak-haknya. Kampanye “Adopt don’t buy” dan ragam kalimat lain yang menyuarakan hak-hak binatang dituliskan di bungkus-bungkus kopi.

Kedai yang namanya diambil dari tokoh pewayangan Bambang Wisanggeni ini, tak perlu lagi berusaha keras menarik perhatian pelanggan. Setiap bulan 15-20 kg roasted beans ludes untuk memuaskan dahaga para penikmat kopi, sementara pesanan biji kopi kemasan mencapai rata-rata 150 kg kopi. Hebatnya lagi, follower Instagram @wisangkopi tembus hingga angka 12.500 follower (data tanggal 27 November 2016). Tak heran jika setiap sore hingga malam, paviliun mungil tersebut selalu ramai dan penuh kepulan asap rokok.

Ketekunan belajar dan kesabaran menjadi kunci penting dalam menjalani bisnis kopi. Ledakan film Filosofi Kopi menyumbang andil besar dalam perkembangan bisnis ini di kota-kota besar. Bermunculan coffeeshop dengan mesin espresso canggih, berdesain interior menarik nan instagrammable hingga  kedai kopi seduh manual yang mengedepankan ketelusuran dan karakter rasa kopi. Banyak yang tumbuh, banyak juga yang layu sebelum berkembang. 


“Banyak yang punya uang kemudian menganggap remeh bisnis ini. Namun, pada akhirnya banyak juga tidak survive. Pintar dulu di bidang yang kita geluti itu yang terpenting.”, ujar Nanda Imaniar sekaligus menutup perbincangan panjang malam itu. 


Beli biji kopi (roasted beans) dari Wisang Kopi (Rumah Sangrai Wisanggeni) di sini (Tokopedia).

 

Post scriptum: Terima kasih Rizal Himmawan yang berkenan mengambil gambar untuk halaman Kopi Tala. Kunjungi instagram-nya yang dipenuhi beragam hal tentang kopi @rizalhimm. Instagram kami: @kopitala, feel free to follow us :)

Sunday, November 13, 2016

Gempita Kopi Indonesia

Jakarta Coffee Week 2016, Hype Pantai Indah Kapuk 

Pertengahan Oktober tahun ini marak dengan acara kopi skala besar seperti:
  • Trade Expo Indonesia 2016: Mari Menjelajah Kopi Indonesia di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta pada tanggal 12-16 Oktober 2016. Penyelenggara: Kementerian Perdagangan RI, Barista Guild Indonesia (BGI), Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) , Gabungan Eksportir Kopi Indonesia -  Indonesia Coffee Exporters Association (GAEKI-ICEA). Agenda: sesi cupping, seminar, lelang kopi, sesi manual brewing, business matching dan pembagian kopi gratis.
  • Rembuk Kopi Nusantara di Hall SMESCO, Jakarta pada tanggal 13-15 Oktober 2016. Penyelenggara: Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil Menenengah (LLP-KUKM) Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF), Coffee Lovers Indonesia (CLI), Koperasi Kopi Indonesia Sejahtera (KOPKIS), Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) – Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI), Gabungan Eksportir Kopi Indonesia, Uncle John Roasting, d’Excellent dan Indonesian Latte Art Artist (ILAA). Agenda: sesi cupping, talkshow dan seminar, kompetisi roasting dan brewing, demo roasting dan latte art, workshop latte art, pemilihan duta kopi.
  • Jakarta Coffee Week di Hype, Pantai Indah Kapuk, Jakarta pada tanggal 14-15 Oktober 2016. Penyelenggara: ABCD School of Coffee. Agenda: kompetisi latte art dan manual brewing (V60), workshop chocolate art, ceramics dan leather craft.  

Ketiga acaranya ini memamerkan keragaman kopi Indonesia berikut dengan berbagai elemen terkait pengolahan kopi. Pelaku industri dari hulu ke hilir hadir memeriahkan acara-acara ini meski setiap acara memiliki segmentasinya masing-masing.

Mari Menjelajah Kopi Indonesia ditujukan bagi buyer lokal dan khususnya buyer mancanegara untuk memperkenalkan aneka kopi-kopi nusantara yang berkualitas. Selain agenda yang telah disebutkan, terdapat booth yang diisi oleh petani /  koperasi petani, asosiasi kopi, berbagai brand kopi baik greenbeans, roasted beans hingga kopi bubuk dan beragam peralatan kopi. Harapan besar dari acara ini adalah meningkatnya volume ekspor kopi Indonesia.

Berbeda dengan rangkaian acara Trade Expo Indonesia 2016, Rembuk Kopi Nusantara lebih memfokuskan diri pada industri kopi lokal. Pelaku industri yang berpartisipasi dominan dari bagian tengah ke hilir. Terlihat dari booth pameran yang berisi peralatan sangrai dan seduh kopi, kopi dalam bentuk roasted beans dan kopi bubuk, serta kompetisi untuk roaster dan barista. Acara ini awalnya direncanakan pelaksanaannya pada pertengahan September, mungkin karena satu dan lain hal diundur satu bulan kemudian.

Jakarta Coffee Week, acara yang digelar pertama kalinya ini, terbilang sukses meraup massa dibanding dua acara lainnya. Perbedaan segmentasi pengunjung membuat acara yang berlangsung selama dua hari ini ramai dipadati penikmat kopi. Meski ada booth yang berisi mesin dan biji beras kopi, sebagian besar booth pameran terdiri dari coffeeshop yang telah menyangrai secara mandiri. Coffeeshop ini tidak hanya memproduksi kopi untuk kedainya tetapi membuat brand roasted beans dengan nama yang sama.

Berkaca pada tingkat konsumsi kopi per kapita masyarakat Indonesia yang diperkirakan pada tahun 2015 sebesar 1,09 kg per kapita,  2014 sebesar 1,03 kg per kapita dan 2013 sebesar 1 kg per kapita (Sumber: Tabel Konsumsi Kopi Indonesia oleh AEKI). Angka ini terpaut jauh dengan negara penghasil kopi terbesar dunia lainnya seperti Brazil dengan angka konsumsi 4,8 kg per kapita dan Kolombia dengan angka 1,4 kg per kapita pada tahun 2013. Sementara itu, negara pengimpor kopi memiliki angka konsumsi yang lebih tinggi. Berdasarkan data dari Euromonitor tahun 2013, angka konsumsi negara pengimpor kopi mencapai angka konsumsi kopi sebesar 9,6 kg per kapita untuk Finlandia, Norwegia dengan 7,2 kg per kapita, Belanda dengan 6,7 kg per kapita dan Slovenia dengan 6,1 kg per kapita (Caffeine Coffee Consumption by Country, Caffeineinformer.com).
“Sebagian besar produksi kopi Indonesia diekspor, rata-rata ekspor kopi Indonesia 67,7% dari total produksi tiap tahunnya. Besarnya ekspor ini mengingat konsumsi dalam negeri masih rendah, tidak sampai seperempat dari produksi kopi Indonesia.” – Analisa Komoditas Kopi dan Karet Indonesia: Evaluasi Kinerja Produksi, Ekspor dan Manfaat Keikutsertaan dalam Asosiasi Komoditas Internasional oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan  Pengkajian dan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, 2014)
Dengan gegap gempita berbagai acara kopi yang telah dan masih akan terus terselenggara, diharapkan dapat meningkatkan konsumsi kopi dalam negeri yang terbilang rendah. Sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, sudah semestinya masyarakat Indonesia menikmati hasil produksi kopinya sendiri. Seperti halnya Brazil yang memprioritaskan komoditas kopinya untuk konsumsi lokal dibandingkan untuk diperdagangkan ke kancah internasional.