Wisang Kopi |
Kami hanya mencipta
Segala apa yang kami cinta
Bahagia..
Kami bawa yang membara
Di dasar jiwa, di dasar jiwa
Tak ada musim pada belantara sendiri
(Pasar bisa diciptakan)
Membangun kota dan peradaban sendiri
(Pasar bisa diciptakan)
Pasar Bisa Diciptakan - Efek Rumah Kaca
Setiap matahari kembali ke peraduannya, aroma kopi mulai menguar dari paviliun sederhana yang dialihfungsikan menjadi sebuah kedai kopi. Jalan di depan paviliun sesak oleh kendaraan disertai asap polusinya. Para pekerja sedang berkejaran untuk sampai ke kediaman masing-masing. Sebagian melepas penatnya hari dengan singgah ke kedai kopi.
Adalah
Wisang Kopi yang mengubah paviliun di Jalan H. Abdul Majid No. 67 ini menjadi
rumah sangrai dan tempat minum kopi sejak Juni 2015. Sebuah lokasi yang
strategis dengan halaman parkir luas untuk kendaraan pelanggan setia. Lahan
parkir berdaya tampung delapan motor saat di Mampang Prapatan, yaitu Mei 2014-Mei
2015, mendorong Cubung Hanito untuk pindah ke lokasi dengan lahan parkir lebih
lapang.
Spontanitas
Kegemaran
pasangan Cubung Hanito dan Nanda Imaniar menjelajah kedai kopi Bandung dan
Surabaya membuat keduanya terinspirasi membangun sebuah kedai kopi. Dari riset
selama tiga tahun memadu kasih sambil menyeruput kopi, keduanya melihat peluang
kedai kopi seduh manual di kawasan ibukota. Tahun 2014, tampaknya belum ada ada
gerai kopi yang mengkhususkan diri menyeduh kopi tanpa mesin di Jakarta.
Impulsif,
Cubung mempertaruhkan uang tabungannya, tabungan Nanda dan uang pinjaman untuk
membuka Wisang Kopi. Kuliahnya di Bandung pun rela ia tinggalkan demi
memfokuskan diri pada gerai kopinya. Persiapan selama tiga bulan dirasakan
cukup karena ia telah mengenali kopi sejak 2006 dan serius menekuninya pada
tahun 2013.
Langkah ini
terbilang spontan di tengah perkuliahannya yang belum selesai dan belum
terciptanya tren seduh manual. Format kedai seduh manual yang terbilang baru
pada saat itu membutuhkan strategi untuk menarik minat masyarakat. Khalayak
masih banyak yang beranggapan bahwa kopi adalah minuman yang pahit, membutuhkan
gula atau susu agar terasa lebih nikmat. Anggapan yang terbentuk karena warisan
historis dan kultural yang terlanjur melekat di pikiran masyarakat.
Kerja Keras
Bukan
perkara mudah memperkenalkan keragaman rasa kopi nusantara melalui metode manual brewing. Minuman berbahan dasar susu
dan powder yang manis selalu lebih
unggul penjualannya di masa-masa awal. Berkotak-kotak susu habis dalam waktu
singkat, sementara 250 gram kopi paling cepat habis dalam waktu seminggu.
Betapa
sulit mempertahankan idealisme. Pelanggan yang datang tidak selalu sesuai
harapan. Ada kejadian yang membuat satu-satunya barista di Wisang Kopi ini
terpukul keras. Berawal dari pembeli yang bersikeras memesan kopi Lintong yang
akan ditambah gula. Padahal, barista telah merekomendasikan kopi lain yang
cocok jika ditaburi pemanis. Apa daya pelanggan tak mau mendengarkan nasihat,
tetap memesan kopi Lintong dan tega menambahkan gula. Seketika Cubung menutup
kedai mungilnya di Mampang Prapatan itu selama tiga hari.
“Belum bisa menerima hal-hal seperti itu.” jawab pria kelahiran 1990 ini ketika ditanya alasan menutup kedai.
Pasangan
yang sempat membina hubungan jarak jauh Bandung-Surabaya ini terus memutar
otak. Membagikan kopi single
origin secara
cuma-cuma menjadi salah satu kiat menyebarluaskan kenikmatan kopi Indonesia.
Selain itu, keduanya tekun mengedukasi masyarakat agar dapat mengenali karakter
rasa kopi yang disajikan.
Setengah
tahun pertama adalah masa-masa yang berat. Cubung merangkap barista sekaligus
koki sempat kewalahan melayani pembeli. Nanda masih bekerja kantoran untuk
menyokong pendapatan usaha kopi yang belum stabil waktu itu. Pegawai pun datang
silih berganti tiap beberapa bulan sekali karena kendala trust issue sang pemilik.
Tidak ada
kerja keras yang tidak membuahkan hasil. Selepas enam bulan berjibaku, Wisang
Kopi telah memiliki pelanggan tetap yang rutin datang. Pembelian kopi mulai
meningkat yang berdampak dikurangi menu minuman manis.
Pasar Mulai
Tercipta
Efek Rumah
Kaca benar, ketika mencipta segala apa yang dicinta, tidak hanya bahagia
tercipta tetapi juga pasar. Pasar terbukti bisa diciptakan, meski butuh waktu
dan usaha keras. Kini, hampir semua yang
datang ke Wisang memesan secangkir kopi. Namun, untuk mengantisipasi pelanggan
awam, tersedia coklat dingin Koldi dan cemilan seperti agar dan risol.
Usaha yang
baik adalah usaha yang selalu berkembang. Barista yang terkenal arogan ini mulai
belajar menyangrai kopi di Toodz House menggunakan Quest M3 di medio 2015.
Setengah tahun rutin praktik, mesin Uncle John second menjadi perangkat andalan
untuk menggoreng kopi single origin dari berbagai daerah di nusantara. Sejak Februari 2016, tersedia roasted beans kemasan dengan logo kucing
kesayangan mereka yang hilang, yaitu Heichou.
Terdapat misi
khusus menampilkan kucing dalam kemasan roasted beans Wisang Kopi selain
mengenang kucing mereka yang hilang. Rumah Sangrai Wisanggeni berusaha meningkatkan awareness masyarakat terhadap hewan
yang sering kali menjadi makhluk kelas tiga, kerap ditelantarkan dan terabaikan
hak-haknya. Kampanye “Adopt don’t buy” dan ragam kalimat lain yang menyuarakan
hak-hak binatang dituliskan di bungkus-bungkus kopi.
Kedai yang
namanya diambil dari tokoh pewayangan Bambang Wisanggeni ini, tak perlu lagi
berusaha keras menarik perhatian pelanggan. Setiap bulan 15-20 kg roasted beans
ludes untuk memuaskan dahaga para penikmat kopi, sementara pesanan biji kopi
kemasan mencapai rata-rata 150 kg kopi. Hebatnya lagi, follower Instagram @wisangkopi tembus
hingga angka 12.500 follower
(data tanggal 27 November
2016). Tak heran jika setiap sore hingga malam, paviliun mungil tersebut selalu
ramai dan penuh kepulan asap rokok.
Ketekunan belajar
dan kesabaran menjadi kunci penting dalam menjalani bisnis kopi. Ledakan film Filosofi Kopi menyumbang andil besar dalam perkembangan bisnis ini di kota-kota besar. Bermunculan coffeeshop dengan mesin espresso canggih, berdesain interior menarik nan instagrammable hingga kedai kopi seduh manual yang mengedepankan ketelusuran dan karakter rasa kopi. Banyak yang tumbuh, banyak juga yang layu sebelum berkembang.
“Banyak yang punya uang kemudian menganggap remeh bisnis ini. Namun, pada akhirnya banyak juga tidak survive. Pintar dulu di bidang yang kita geluti itu yang terpenting.”, ujar Nanda Imaniar sekaligus menutup perbincangan panjang malam itu.
Beli biji kopi (roasted beans) dari Wisang Kopi (Rumah Sangrai Wisanggeni) di sini (Tokopedia).
Post scriptum: Terima kasih Rizal Himmawan yang berkenan mengambil gambar untuk halaman Kopi Tala. Kunjungi instagram-nya yang dipenuhi beragam hal tentang kopi @rizalhimm. Instagram kami: @kopitala, feel free to follow us :)