Pages

Wednesday, December 13, 2017

Kegigihan Membuka Ladang Kebun Kopi

Kebun Kopi: Coffee & Kitchen berlokasi di Tambun, Bekasi
Banyak orang memandang sebelah mata. Siapa sangka pemuda berusia 23 tahun ini sudah jungkir balik di usaha kuliner? Sejak di bangku kuliah, Adi Pitono membangun usaha kuliner bersama di halaman rumah sang kekasih yang rindang akan pepohonan dan tanaman hias. Hasilnya di luar dugaan, dalam waktu singkat usahanya jadi salah satu tempat nongkrong hits di Bekasi medio 2015 silam. Seketika, keduanya meraup untung besar mencapai empat puluh juta rupiah sekaligus balik modal dalam hitungan tiga bulan saja.  

Food Garden menjadi awal mula usaha Adi Pitono dan Lia Fitria. Halaman rumah Lia yang cukup luas dimodifikasi menjadi tempat nongkrong anak muda. Bersama para sahabat, Adi dan Lia bekerja sama membuka usaha kuliner dengan beragam menu. Satu lokasi diisi dengan tiga vendor makanan dan minuman. Ada vendor minuman, makanan berat dan makanan ringan berupa burger warna-warni yang menjadi andalan dua sejoli ini.

Adi Pitono
Sayangnya, kongsi usaha ini hanya seumur jagung. Konflik dan berbagai permasalahan menggerogoti usaha yang baru berjalan sekitar tiga bulan. Belum menyerah dengan kegagalan yang baru saja dihadapi, Adi mencoba peruntungannya lagi di bidang kuliner. Melalui Mierip, ia membuka lapak usaha kuliner dengan menu mi instan yang persis seperti gambar di kemasannya. Usaha ini berjalan lebih lama dari Food Garden tapi akhirnya harus kandas juga di tengah jalan.

Di tengah keputusasaannya itu, Piton—panggilan akrabnya—bertemu dengan kopi. Minuman berkafein menjadi satu hal yang membuatnya demikian jatuh hati. Pertemuan tak sengaja dengan seniman mural yang ternyata pegiat kopi di Nyoba Ngopi kemudian membawanya mempelajari lebih dalam minuman yang pertama kali ditemukan di Afrika. Dari titik ini, Piton mulai menelusuri seluk beluk kopi, membaca literatur, menyaksikan video-video, mengikuti kursus-kursus, dan belajar pada banyak orang yang terlebih dahulu terjun di dunia kopi.

Secangkir kopi di Kebun Kopi: Coffee & Kitchen
Dengan keuntungan yang didapat dari Food Garden dan Mierip, ia kembali mencoba peruntungan di bidang kuliner yang lebih spesifik, yaitu minuman populer bernama kopi. Rencana awal, Kebun Kopi akan dibuka di tempat usaha yang lama, yaitu halaman rumah Lia yang bernuansa kebun nan asri. Lokasi tersebut menginspirasi nama gerainya menjadi Kebun Kopi. Piton mencoba lebih profesional dengan berniat membayar sewa di rumah Lia. Akan tetapi, orang tua Lia menolak itikad baik tersebut. Kadung jatuh cinta dengan nama Kebun Kopi, Piton dan Lia tetap menggunakan nama tersebut namun menggunakan alternatif lokasi yang berbeda.

Kebun Kopi akhirnya dibuka pertengahan Juni 2016 di daerah yang cukup strategis meski tidak terpenuhi nuansa kebun yang diinginkan. Bertempat di pinggir jalur pantura yang selalu ramai kala mudik tiba—termasuk di Jalan Raya Pos buatan Daendels—tepatnya di Jalan Raya Teuku Umar No. 2, Cibitung yang tidak jauh dari RSUD Kab. Bekasi. Kebun Kopi hadir dengan interior yang minimalis di bagian dalam dan dihiasi payung-payung berdaun lebar untuk smoking area di bagian teras depan. Mengandalkan racikan kopi yang diseduh dengan metode manual brew namun tetap menyediakan mesin espresso untuk minuman espresso based. Tersaji juga berbagai makanan ringan seperti kentang, otak-otak, sosis, dan pisang goreng.

Wilayah pinggiran Bekasi yang masih awam dengan kopi seduh manual membuat minuman espresso based lebih diminati. Mesin kopi Breville Bes920 yang awalnya digunakan diganti dengan mesin yang berkapasitas lebih besar, yaitu Nouva Simonneli tipe Appia 2 S untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Hanya saja, frekuensi pengunjung masih belum sesuai dengan ekspektasi. Kebanyakan pengunjung datang kala senja sehingga diputuskan untuk mengubah jam operasional yang tadinya pagi menjadi sore hingga malam hari saja. Posisi kedai yang berada di tepi jalan membuat kedai ini terpapar polusi udara dan suara yang mengganggu kenyamanan pengunjung. Oleh karena itu, Kebun Kopi memindahkan area usahanya ke sebuah ruko di kawasan Grand Wisata Tambun pada Oktober 2017.

Menyeduh kopi dengan metode seduh manual menggunakan V60
Kegigihan pemuda yang baru saja melangsungkan pernikahan awal Desember lalu ini patut diacungi jempol. Alumnus jurusan Kriminologi Universitas Indonesia ini berpedoman learning by doing dan tidak cepat puas membuatnya terus bereksperimen dari menyeduh hingga menyangrai kopi. Trial and error menjadi kebiasaan sehari-hari yang mempertajam pengetahuannya tentang kopi. Untuk menunjang usaha dan mendapatkan profile roasting sesuai keinginan, ia membeli mesin sangrai Froco Fr1i berkapasitas satu kilogram di awal tahun ini.

Mesin sangrai Froco Fr1i kapasitas 1 kg
Berbeda dengan usaha sebelumnya yang ditekuni, yaitu burger dan mi instan, keduanya kerap membuatnya bosan dan tidak berselera. Sementara, di dalam kopi selalu ada hal-hal baru yang menarik untuk dipelajari. Menuntutnya belajar ilmu-ilmu lain seperti kimia, biologi, fisika sampai ilmu sosial. Bertemu dengan orang-orang baru dari berbagai kelas dan kalangan, mengembangkan kemampuan komunikasi dan potensi yang dimiliki untuk kemajuan kedai kopinya.

Lokasi baru Kebun Kopi: Coffee & Kitchen
Kini, Kebun Kopi menempati ladang baru di Ruko Festive Garden, Jalan Festival Ave, Grand Wisata, Tambun, Bekasi. Tempat yang lebih luas dan lebih nyaman untuk disinggahi. Menu minuman dan makanan lebih bervariasi. Tersedia makanan berat untuk meredam amuk cacing-cacing di perut.   

Pastikan diri Anda untuk mengunjungi Kebun Kopi: Coffee & Kitchen jika sedang bertandang ke kawasan Bekasi. Dapatkan pelayanan yang ramah dengan ruangan berdesain interior minimalis yang nyaman untuk menikmati secangkir kopi lokal pilihan Anda. 


"Perjalanan hidup bokap dalam merintis usaha mengajarkan untuk konsisten sama tujuan hidup. Caranya boleh berubah, artinya boleh berubah, tapi nggak boleh patah apalagi menyerah. Yang penting tujuannya tetap sama. Kalau gagal, anggap aja lagi diasah supaya jadi lebih tajam."   - Adi Pitono, Kebun Kopi: Coffee & Kitchen 
Info lebih lanjut, cek instagram @kebun_kopi

Thursday, November 2, 2017

Festival Kopi dan Nasib Petani yang Gagal Panen


"Saat ribuan cangkir kopi dibagikan secara cuma-cuma, ada petani kopi yang sedang meratapi nasibnya akibat gagal panen..."
Perayaan hari kopi internasional baru saja berlangsung 1 Oktober lalu. Berdasarkan hasil pengamatan dari media massa dan media sosial, terdapat enam acara di beberapa daerah seperti Jakarta, Karawang, Jombang, Kulonprogo, Jogjakarta, dan Purwokerto (nomor 4-9) yang ikut memeriahkan perayaan minuman berkafein ini. Berbagai kegiatan diselenggarakan mulai dari bazaar; pembagian ribuan cangkir kopi gratis; kompetisi barista, sangrai, seduh, dan latte art; bincang-bincang seputar kopi; kelas dan pelatihan sangrai dan barista; sesi ngopi bareng petani; dan yang menarik adalah pembagian pupuk dan alat pendukung perkebunan kopi.

Tabel acara festival kopi periode minggu terakhir Agustus - minggu pertama November 2017

Ketika berbagai acara banyak melibatkan konsumen, acara bertajuk Dari Jogja untuk Kopi di Kulonprogo dan International Coffee Day 2017 di Purwokerto melibatkan petani dalam acara mereka. Dari Jogja untuk Kopi membagikan pupuk dan bermacam-macam alat pendukung perkebunan kopi. International Coffee Day 2017 di Purwokerto mengadakan sesi ngopi bareng petani, melakukan penanaman bibit kopi bagi peserta acara, dan bersenang-senang melalui manual brewing fun battle. Jakarta Coffee Week 2017 juga memiliki memberi kesempatan untuk petani berinteraksi langsung dengan pembeli melalui Pasar Kopi. Dalam Pasar Kopi, didatangkan petani dari sebelas daerah di Indonesia. Panitia berharap dengan dipertemukan langsung antara petani dan pembeli kopi dapat memberikan bahan bakar semangat kepada para petani.  

Dalam tiga bulan terakhir, sejak akhir Agustus hingga awal Nopember, terselenggara tiga belas acara kopi di berbagai daerah di Indonesia. Mungkin masih banyak acara lainnya yang tidak tercatat atau terpublikasi di media massa maupun media sosial. Banyak dari acara-acara yang terselenggara fokus pada pembagian kopi gratis, sesi bincang-bincang hingga kompetisi. Sedikit sekali acara yang memberikan perhatian pada nasib petani kopi di Indonesia.

Perubahan cuaca yang esktrim di salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia ini telah membuat petani gigit jari akibat gagal panen. Gagal panen diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi. Curah hujan menyebabkan mayoritas bunga kopi rontok dan membusuk sebelum menjadi buah (Merdeka.com, 2017).

Sayangnya, informasi mengenai kegagalan panen kopi ini tampaknya luput dari perhatian media. Berikut terlampir hasil temuan Kopitala terkait berita gagal panen yang terjadi di tahun 2017 ini.


Dari berita-berita tersebut, kegagalan panen kopi tahun terbilang sangat anjlok karena penurunan hasil panen mencapai 90%. Daerah-daerah yang mengalami gagal panen antara lain Bengkulu, Pagar Alam, Lampung Barat, Bandung Barat, Pangalengan, Garut, Tasikmalaya, Temanggung, Bali hingga Manggarai (Flores). Kegagalan panen ini menyebabkan petani tidak dapat memenuhi permintaan eksportir. Petani yang gagal panen juga mencoba peruntungan lain melalui bercocok tanam hortikultura.   

Sementara itu, daerah yang sukses panen kopi adalah Kudus. Petani kopi Kudus sampai berhasil memasok kopi ke wilayah sekitarnya seperti Temanggung. Hal ini dikarenakan Temanggung gagal panen dan tidak mampu memenuhi kebutuhan kopi di daerahnya.        

Sewaktu menyambangi Pasar Kopi di Jakarta Coffee Week 2017, para petani mengeluhkan kegagalan panen tahun ini yang sangat mengecewakan. Padahal, petani sudah mengeluarkan modal yang cukup besar untuk pupuk dan perawatan kebun kopi mereka. Akan tetapi, hasil panen tidak sesuai harapan. Petani kopi berharap adanya bantuan dari pemerintah terhadap gagalnya panen tahun ini.

Asuransi pertanian dapat menjadi salah satu alternatif untuk menyiasati kegagalan panen akibat cuaca ekstrim. Sayangnya, di Indonesia masih berkutat di asuransi pertanian yang khusus padi dan asuransi peternak sapi. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam pasal 7 ayat 2 tercantum bahwa “Strategi Perlindungan Petani dilakukan melalui: a) prasarana dan sarana produksi pertanian; b) kepastian usaha; c) harga komoditas pertanian; d) penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; e) ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa; f) sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim; dan g) Asuransi Pertanian.”

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam pasal 1 ayat 4 menyebutkan bahwa “Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.”. Berdasarkan pasal tersebut pertanian tidak hanya padi--tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan termasuk dalam kategori pertanian. Ini dapat diartikan kopi adalah bagian di dalam pertanian yang dimaksud. Sayangnya, asuransi pertanian di Indonesia saat ini belum dapat melindungi petani kopi yang menderita akibat gagal panen. 

Sementara itu, di negara Asia lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan India telah terdapat asuransi pertanian bagi berbagai produk pertanian seperti kelapa sawit, jagung, cokelat, karet, ikan, bawang dan lain-lain. Pemerintah Malaysia dan Filipina memberi subsidi premi berdasarkan jenis tanaman dan luas pertanian. Di India, petani hanya membayar 1,5%-5% dari total premi berdasarkan jenis tanamannya. (Tirto.id, 2016).

Asuransi pertanian seyogyanya melindungi komoditas pertanian lainnya, selain padi dan ternak sapi, yang juga sama-sama memiliki risiko kegagalan dalam proses panennya. Kegagalan panen kopi yang sangat drastis akan berdampak pada kualitas dan kuantitas kopi. Nasib petani kopi juga terancam akibat modal yang telah dikeluarkan tidak memberikan hasil sesuai harapan. Bagaimana petani kopi dapat membeli pupuk, merawat kebun dan mengolah kopinya dengan baik jika hasil panen kali ini rugi besar? 



Sumber berita dalam tabel:

Wednesday, August 30, 2017

#KembaraKopi #5: Flores


Ini adalah pengembaraan menyusuri Flores dari ujung timur menuju ufuk barat pada Maret-April 2016. Berawal dari solo traveling menyambangi tempat wisata, berlanjut pada pertemuan-pertemuan melalui secangkir kopi. Inspirasi membuat ruang menulis seputar kopi bermuara dari perjalanan ini. Berikut nama tala yang merupakan sebuah kata dari bahasa Manggarai.

Secangkir kopi menjadi suguhan utama bagi tamu yang berkunjung ke rumah-rumah penduduk di Flores. Kopi tubruk dengan gula disajikan dengan berbagai penganan lokal. Pengalaman tinggal di rumah penduduk asli Flores sukses menimbun kadar kafein dalam tubuh. Tidak tanggung-tanggung, dalam sehari bisa sampai lima kali penulis disuguhkan kopi seperti saat pagi sebelum atau bersamaan dengan sarapan, pertengahan antara pagi menuju jam makan siang (sekitar jam 10.00), sebagai minuman setelah makan siang, sore dan malam hari. Kesempatan berada di tanah yang terkenal akan kenikmatan kopinya tidak akan disia-siakan begitu saja. Di dalam perjalanan ini, penulis mengunjungi lokasi pengolahan kopi dari hulu hingga ke hilir.

Perkebunan
Perkebunan kopi terhampar luas di berbagai wilayah berdataran tinggi di pulau ini. Di jalan-jalan utama menuju desa dapat mudah ditemukan berbagai tanaman kopi. Ada yang lahan yang dikhususkan untuk tanaman kopi hingga yang tumbuh di hutan antara berbagai jenis pepohonan lainnya.

Kampung Adat Wae Rebo di Ruteng yang cukup terkenal karena kekayaan adat dan budayanya, juga menyimpan kopi yang nikmat. Wae Rebo terletak di ketinggian 1.200 mdpl yang dikelilingi perbukitan, sepanjang trekking menuju rumah adat ini, kita akan menemukan tanaman kopi di sisi-sisi jalan setapak.

Di tengah kota Ruteng terdapat Kampung Adat Ruteng Puu. Di sekeliling kampung adat ini juga terdapat tanaman kopi. Seorang masyarakat adat kampung tersebut mengatakan bahwa merawat tanaman kopi seperti merawat anak gadis; harus selalu diperhatikan, seperti halnya tanaman kopi yang jika tidak diperhatikan dan dibiarkan rimbun daunnya maka tidak akan berbuah tetapi jika sering diperhatikan dan dibersihkan pasti akan berbuah banyak.

Di daerah pegunungan, seperti Gunung Kelimutu di Ende dan Gunung Inerie di Bajawa dapat dengan mudah ditemukan lahan penanaman kopi. Tidak heran jika Flores adalah salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.

Pengolahan dan koperasi petani kopi
Sewaktu di Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada, penulis menyempatkan diri singgah ke salah satu koperasi petani kopi. Koperasi petani kopi ini sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan untuk memproses kopi sejak dipanen hingga siap diekspor dalam bentuk green beans maupun dikemas dalam bentuk roasted beans atau bubuk.

Koperasi petani kopi sekaligus unit pengolahan hasil (UPH) ini sudah terverifikasi oleh lembaga pangan di Amerika dan Jepang seperti USDA (U.S. Department of Agriculture) Organic, Rainforest Alliance, dan JAS (Japan Agricultural Standards) Control Union Certifications. Tanaman kopi yang dikelola oleh para petani kebanyak dari varietas lini S dan sebagian kecil Yellow caturra. Sementara untuk proses pasca panen, tertulis full-washed di papan informasi koperasi.


Hilir  
Penulis berkesempatan tinggal di rumah seorang kenalan sewaktu berkunjung ke Ruteng. Tanpa disangka, rumah tersebut merupakan rumah produksi pengolahan kopi bubuk yang baru dirintis oleh dua warga asli Ruteng lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Verer dan Livens mengkombinasikan arabika dan robusta menjadi kopi bubuk yang nikmat untuk disajikan.

Desain kemasan cukup menarik dengan menampilkan secangkir kopi berlatar rumah adat Manggarai. Merk awal dari produk kopi bubuk ternyata memiliki kesamaan dengan produk kopi bubuk yang ada di minimarket. Penulis pun menyarankan untuk mengganti nama tersebut menjadi nama lain yang sama-sama menunjukkan kekhasan asli Manggarai / Flores. Hal ini penting karena sewaktu-waktu, salah satu pemegang brand akan saling mengklaim mengenai siapa yang berhak menggunakan nama tersebut. Akhirnya, diputuskan untuk berganti nama menjadi D’Kraeng Coffee. 

Penulis menyaksikan sendiri bagaimana Verer menyortir biji kopi yang akan disangrai. Sementara, Livens bertugas untuk menyangrai kopi secara tradisional menggunakan kuali dan kompor bertungku kayu bakar. Setelah selesai disangrai, kopi dibawa ke pasar untuk digiling menjadi kopi bubuk. Berkilo-kilo kopi bubuk dibawa ke rumah untuk dikemas menjadi sebungkus kopi bubuk dengan berat 150 gram.

Kopi Mane, sebuah kedai kopi sederhana dengan keramahan yang luar biasa dari pemiliknya, Bony Oldam Romas. Lepas pensiun, ia beranjak dari ibukota untuk kembali ke tanah kelahirannya di Ruteng dan membangun sebuah kedai kopi. Bersama anak perempuannya, Wenty Romas, mereka berdua mendalami kopi terlebih dahulu melalui kelas-kelas di ABCD School of Coffee, Jakarta.

Kopi Mane menyediakan biji-biji kopi berkualitas tinggi dari berbagai penjuru Flores. Arabika, robusta hingga kopi lanang dapat menjadi pilihan bagi para pengunjung. Biji kopi baru digiling ketika sudah dipesan sehingga akan terasa kesegarannya. Dapat diseduh dengan metode tubruk, french press hingga Vietnam-drip. Beragam penganan lokal tersaji jadi teman minum kopi. Untuk makanan berat, ada nasi goreng, sop buntut dan soto ayam.


Kedai yang terletak di Jalan Yos Sudarso No. 12, Ruteng ini mendapat rating tinggi untuk service, value, food dan atmosphere situs Tripadvisor. Komentar-komentar positif membanjiri kanal Kopi Mane di situs tersebut dari berbagai turis mancanegara yang pernah singgah. Sewaktu berkunjung ke Liang Bua, penulis sempat mendapati Bony Romas mengantarkan pelanggannya dengan mobil pribadi karena sulitnya akses kendaraan umum ke destinasi tersebut.

Keberhasilan Kopi Mane dalam memperkenalkan kekayaan kopi lokal bagi wisatawan yang datang, mendapat sambutan baik oleh kelompok petani kopi di Manggarai. Kelompok petani kopi Manggarai mendukung Kopi Mane untuk membuka cabang kedai kopinya di Labuan Bajo. Kota di paling barat Flores sekaligus gerbang masuk ke Taman Nasional Komodo. Lokasi di mana turis menghabiskan waktu untuk menikmati keindahan alam dan panorama bawah laut Flores.   

Sebagai salah satu lumbung kopi terbesar di Indonesia, Flores menjadi tempat yang tepat untuk menelusuri seluk-beluk penamanan, pengolahan hingga penjualan kopi. Selain mengenali kopi lebih jauh, Flores juga kaya akan kebudayaan dan panorama alam mempesona. Salah satu destinasi pariwisata yang cocok bagi penikmat kopi yang ingin menikmati alam dan budaya pulau bunga ini. 

Wednesday, July 19, 2017

"Filosofi Kopi 2: Ben & Jody" : Ujian Persahabatan

Sumber: Facebook Filosofi Kopi Movie

Meski film perdana Filosofi Kopi belum berhasil menembus angka 300.000 penonton, beberapa penghargaan dari dalam dan luar negeri berhasil dikantongi. Penulis skenario adaptasi terbaik (Jenny Jusuf) untuk Festival Film Bandung 2015, Piala Maya (2015), Festival Film Indonesia (2015; penyunting gambar terbaik (Ahsan Andrian) Festival Film Indonesia (2015); Movie of the Year di Indonesian Choice Awards (2016); dan Best Ensemble Performance di World Premieres Film Festival (Filipina, 2015).

Berselang dua tahun, Visinema Pictures memproduksi sekuel dari film adaptasi cerpen Dewi ‘Dee’ Lestari ini. Tentu penonton berekspektasi cukup tinggi karena pendahulunya bisa dibilang cukup berhasil mengadaptasi cerita khayalan ke dalam format audio visual yang baik. Ditambah promosi yang gencar jauh-jauh hari sebelum film dirilis, seperti kompetisi cerita, Filosofi Kopi The Series di Youtube, drama radio hingga mengaransemen lagu Sahabat Sejati milik Sheila on 7 yang dinyanyikan Chicco Jerikho dan Rio Dewanto.

Filosofi Kopi 2: Ben & Jody dibuka dengan adegan pemilik dan barista kedai Filosofi Kopi sedang bersenang-senang di Gumuk Pasir Parangkusumo, Yogyakarta. Impresi awal yang membuat optimis bahwa film ini sesuai dengan ekspektasi. Jika film pertama bercerita tentang pencarian Ben (Chicco Jerikho) terhadap racikan kopi yang sempurna sementara di sekuelnya, Ben yang berkeliling menjual kopi dengan VW Combi bertingkat ingin kembali mendulang sukses di lokasi kedai yang pertama. Jelas bahwa re-branding dari kedai keliling ke lokasi permanen membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Konflik demi konflik pun bermunculan.

[Waspada spoiler]

Barista lama kedai Filosofi Kopi, yaitu Nana (Ni Made Westny), Aga (Muhammad Aga) dan Aldi (Aufa Dien Assagaf), mendadak mengundurkan diri. Sama seperti di film pertama, latar belakang barista pendukung diabaikan. Cerita mereka diakselerasi dengan Nana yang hamil saat bertugas serta Aga dan Aldi yang mendapat investasi dari kerabat untuk membuka kedai sendiri. Berkeliling dengan VW Combi katanya bukan mimpi para peramu kopi laki-laki. Adegan untuk mendukung motivasi ini pun tidak ada.

Umpatan kasar wajar jika sesuai kebutuhan. Disayangkan ada beberapa kata yang diciptakan dan diucapkan tetapi tidak familiar dengan penonton. Seperti kata gondrong yang merujuk pada perempuan dan kata cibai untuk makian yang sering digunakan oleh Jody (Rio Dewanto).

Dalam satu jam pertama, nyawa perbincangan antara Ben dan Jody seperti belum sepenuhnya menyatu. Terasa kaku. Dengan para cameo seperti Ernest Prakarsa, Joko Anwar, Melissa Karim, Tio Pakusadewo dan Andreuw Parinussa malah terasa lebih natural. Memasuki jam berikutnya, cerita baru terasa mengalir dan lebih dapat dinikmati. Beberapa bagian menjadi lebih kuat ketika mendapat sentuhan musik-musik folk dengan tata suara yang menghanyutkan penonton. Sangat mengapresiasi pada tiap pilihan musik dari sederet musisi lokal berkualitas seperti Open Road - Gede Robi (Navicula), Zona Nyaman dan Aku Tenang – Fourtwnty, Hari Terakhir Peradaban – Farid Stevy, Derai Terindah – Suar Nasution, dan dua lagu yang paling membuat haru--lagu berjudul Coffee yang dibawakan oleh Leanna Rachel dan Yang Patah Tumbuh, yang Hilang Berganti dari Banda Neira.

Lapisan-lapisan cerita dalam film ini sesungguhnya menarik. Terselip isu sosial di dalamnya, seperti sengketa antara pemilik kebun kopi dengan perusahaan kelapa sawit (terkait dengan Filosofi Kopi 1) dan pemulihan kebun kopi di kaki Gunung Merapi yang sempat hancur akibat erupsi. Hanya saja, rajutannya saja terasa kurang rapi. Seperti Jody yang menyimpan rasa terhadap investor Tarra (Luna Maya), padahal sepanjang cerita tidak ada indikasi asmara di antara mereka berdua. Indikasi yang jelas terlihat dari Ben ke Tarra. Kemudian, Ben yang tiba-tiba dekat dengan Brie (Nadine Alexandra Dewi) akibat konflik dengan Tarra. Konflik antara Ben Jody dan Tarra juga terselesaikan dengan sekejap tanpa ada resolusi konflik yang signifikan.  

Film garapan Angga Dwimas Sasongko ini terasa berjarak dengan penonton awam yang bukan coffee enthusiast. Seperti saat berada di kebun kopi, petani berujar bahwa kopi yang ditunjukkan adalah jenis Typica dan Juria. Varietas tunggal dari kopi Arabika dengan cita rasa yang khas. Mungkin penulis skenario memiliki misi tersendiri menyelipkan kedua varietas ini, namun apakah penonton awam mengerti? Sementara, antara kopi Arabika dan Robusta saja masih ada yang belum bisa membedakan. Berbeda dengan ujaran seperti “Kopinya asam, basi ya?” atau “Pesen latte art, ngabisin Wi-Fi!” yang lebih dekat dengan keseharian.

Misi lain yang dapat ditangkap dari film ini adalah promosi gerai-gerai kopi lokal yang memang layak untuk dikunjungi. Terdapat angkringan khas Jogja yang menyediakan kopi joss atau kopi yang dicampur arang. Kedai kopi legendaris seperti kedai Kopi Es Tak Kie sejak tahun 1927 di kawasan Petak Sembilan, Jakarta dan Kopi Ujung di Jalan Somba Opu, Makassar yang beroperasi sejak 1930. Tampak juga gerai kopi masa kini seperti Coffeesmith yang dikelola oleh Muhammad Aga, Goni Coffee dan Caswell's Coffee yang ketiganya terletak di Jakarta Selatan.

Secara keseluruhan, film yang rilis 13 Juli 2017 lalu, layak untuk dinikmati para pecinta kopi. Mengangkat kekayaan kopi nusantara yang dibalut dengan lika-liku persahabatan dan cinta muda-mudi ibukota. 

Sunday, June 18, 2017

#KembaraKopi #4: Campur Sari (Semarang - Yogyakarta - Surabaya - Malang)

Bingung kenapa dinamakan campur sari? Sederhana, hanya karena ada kisah persinggahan ke kedai kopi dari beberapa kota besar di Jawa. Sayangnya, hanya bisa singgah sebentar di kota-kota tersebut sehingga di satu kota hanya bisa mengunjungi satu-dua kedai kopi. Semarang – Yogyakarta – Surabaya – Malang.

Semarang
Kopipedia (@kopip3dia)
Kopipedia, Semarang
Beberapa kedai kopi yang direkomendasikan di Semarang sebagian besar buka sore sampai dini hari. Kopipedia berbeda. Menempati lokasi baru di Jalan Alteri Seokarno Hatta No. 1 buka sejak siang hari pukul 11.00 sampai 02.00 dini hari. Menggunakan sepenuhnya metode seduh manual dengan berbagai perlengkapan seperti V60, AeroPress, Chemex, Flat Bottom sampai Syphon. Menyediakan beraneka roasted beans baik yang disangrai sendiri maupun oleh roaster lainnya, dari biji kopi lokal hingga internasional. Kedai kopi ini juga terkenal oleh barista ciliknya (Mercy) Calysta Helena Theo yang sempat diliput oleh stasiun tv nasional.

Spiegel Bar & Bistro (@spiegelbistro)
Spiegel Bar & Bistro, Semarang
Jika sedang ke Semarang, mampir sejenak ke Kota Lama Semarang untuk merasakan arus balik waktu. Kompleks bangunan tua zaman kolonial masih terjaga dengan baik. Ada yang masih sesuai dengan fungsi asli hingga yang dialihfungsikan menjadi cafĂ© atau restoran. Seabad yang lalu, tepatnya 1895, berdiri sebuah bar dan bistro di kawasan Kota Lama Semarang. Spiegel Bar & Bistro masih terus beroperasi sejak zaman penjajahan hingga setengah abad lnegeri ini merdeka. Meskipun menyandang status bar & bistro, Spiegel menyediakan beragam seduhan cup of joe seperti espresso, long black, macchiato, piccolo, cappucino, flatwhite, affogato dan latte. Fyi, sebutan cup of joe untuk kopi berasal dari Josephus Daniel, menteri Angkatan Laut Amerika, yang melarang minuman beralkohol dan menggantinya dengan kopi pada tahun 1914.

Yogyakarta
Kopi Ketjil (@kopiketjil)
Kopi Ketjil, Yogyakarta
Serupa dengan namanya, kedai kopi ini sedemikian mungil. Di ruangan yang kecil ini tidak hanya terdapat bar untuk meracik kopi pesanan pelangganan, di bagian belakang juga terdapat area untuk menyangrai biji kopi. Sewaktu menyambangi kedai kopi ini, ternyata sedang ada pemotretan untuk penyusunan profile kedai. Meski begitu, penulis tetap dipersilakan masuk untuk minum kopi sekaligus menyaksikan serunya sesi pemotretan di kedai yang terletak di Jalan Demangan Baru No. 5, Yogyakarta.

The Point Coffee (@thepointcoffee)
The Point Coffee, Yogyakarta (lokasi pertama)
Di penghujung 2016, penulis sempat mengunjungi sebuah kedai kopi pop-up bar di sebuah toko buku dan alat tulis. Saat itu, The Point Coffee masih bergabung dengan toko buku Point. Menyambut dengan ramah pelanggan yang datang seolah sudah kenal lama. Selain di bagian dalam, tempat menyeruput kopi juga tersedia di halaman depan dengan bangku dan meja panjang. Beruntung saat itu berkesempatan berbincang dengan salah satu penggagas The Point Coffee, Gilang Ramadhan, sekaligus roaster dari Rahayu roastery. Perbincangan pun mengalir, dari menjamurnya kedai kopi di Jogja, musik, seni, pariwisata hingga fotografi. Tak terasa waktu berlalu, sampai kedai tutup pun para penyeduh maupun pelanggan tetap melanjutkan sesi bincang-bincang. Kini, The Point Coffee pindah lokasi ke Ruko Demangan Baru No. 6, Yogyakarta.

Surabaya
Rindu Kopi (@rindukopi)
Rindu Kopi, Surabaya
Kedai kopi sederhana yang menyajikan banyak cemilan untuk teman minum kopi. Di kedai ini pelanggan otomatis mendapatkan kudapan berupa ubi hangat  sebagai pendamping minum kopi. Rindu Kopi menyediakan beragam pilihan biji kopi dan metode seduh manual dengan harga yang terjangkau antara Rp 10.000 – Rp 20.000. Pelanggan dapat memilih kopi yang diseduh menggunakan metode tubruk, frenchpress, Vietnam drip, Kono, V60, flat bottom, Kalita Wave, Aeropress, Syphon dan Rokpresso. Selain minuman panas, beraneka minuman lain seperti es kopi, affogato sampai es sari buah bisa jadi pilihan alternatif.

Malang
District Coffee
District Coffee, Malang
Berkunjung ke Malang, kurang lengkap rasanya kalau tidak mampir ke toko es krim legendaris, Toko Oen yang berdiri sejak tahun 1930. Nah, tidak jauh dari Toko Oen, jangan lupa singgah untuk menyesap nikmatnya kopi di District Coffee. Geliat anak muda Malang langsung terasa saat memasuki kedai kopi yang terletak di Jalan Basuki Rahmad, No. 11, Malang. Sketsa, gambar sampai zine terpasang di sisi-sisi dinding kedai kopi yang berafiliasi dengan Nomaden Coffee. Pengunjungnya juga didominasi pemuda-pemudi Malang yang aktif. Suasana begitu cair, dari yang tidak mengenal kemudian diajak berkenalan dan obrolan pun mengalir. Dengan harga yang cukup terjangkau, District Coffee memberikan fasilitas wi-fi bagi pelanggannya.

Nomaden Coffee (@nomadencoffee)
Nomaden Coffee, Malang
Mengayuh sepeda mungkin jadi aktivitas yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang. Coba bayangkan mengayuh sepeda dengan gerobak setiap hari keliling kota Malang yang kontur jalannya berkelok dan turun naik. Membayangkannya saja suda terasa melelahkan. Namun, bayangan melelahkan itu dilawan oleh Mas Satya, pemilik Nomaden Coffee, dalam merintis kedai kopi kelilingnya. Coffee bike menjadi pilihannya pada tahun 2014. Berkeliling kota menawarkan kopi-kopi bercitarasa nusantara. Tahun-tahun berlalu hingga kini Nomaden Coffee tidak perlu lagi bersusah payah mengayuh sepeda. Sebuah kios di Pasar Tawangmangu, Malang, menjadi lokasi permanen untuk menyeduh sekaligus menyangrai kopi. Ruang kiosnya yang kecil tidak mampu menampung membludaknya para pelanggan sehingga halaman kios yang luas menjadi alternatif tempat bercengkerama sambil minum kopi. Sensasi ngopi di pasar benar-benar terasa. Sebuah pengalaman yang wajib dicoba para penikmat kopi. 

Tuesday, April 18, 2017

Indonesia Coffee Events 2017

Indonesia Coffee Events 2017 telah selesai dilaksanakan pada 5-8 April 2017 di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta. Terdiri dari empat kompetisi seperti Indonesia Barista Championship (IBC), Indonesia Latte Art Championship (ILAC), Indonesia Cup Tasters Championship (ICTC) dan Indonesia Brewers Championship (IBrC).  Sebelumnya telah dilakukan babak penyisihan yang terbagi menjadi dua, yaitu:
  • Eastern Championship yang meliputi wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Papua. Kompetisi dilaksanakan di Hotel Sanur, Bali pada 2-4 Desember 2016. Berikut daftar pemenangnya:
IBC
1. Jimmy Halim (Common Grounds, Surabaya)
2. Arief Rachman (Common Grounds, Surabaya)
3. Yanuar Arlif (Vens Coffee, Malang)

ILAC
1. Restu Sadam Hasan (Hungry Bird Coffee Roaster, Bali)
2. Gede Suardiawan (Sisterfields, Bali)
3. Toni Waringgi (Common Grounds, Surabaya)

ICTC
1. Arif Widodo (Monopole Coffee Lab, Surabaya)
2. Ivan Emil Kurniawan (Sensa Koffie, Bali)
3. Edward Lazaar (Anomali Coffee, Bali)

IBrC
1. Michail Seno Ardabuana (Eleven Elephants, Bali)
2. Andi Fachri (independen)
3. Shayla Philipa (Hungry Bird Coffee Roaster, Bali)

  • Western Championship yang meliputi wilayah Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera dan Kalimantan. Kompetisi dilaksanakan di Kuningan City, Jakarta pada 9–12 Februari 2017
IBC
1. Yoshua Tanu (Common Grounds, Jakarta)
2. Jonathan Kevin Perwata (Coarse & Fine Coffee, Tangerang)
3. Kiki Hermawan (Say Something Coffee, Jakarta)

ILAC
1. Ovie Kurniawan (Common Grounds, Bandung)
2. Achmad Chusairi (Starbucks Coffee, Jakarta)
3. Evelyn Yamin (Common Grounds, Jakarta)

ICTC
1. Wisnu Putro (Starbucks Coffee, Jakarta)
2. Ivan Pratama (independen)
3. Kristian Aditya (PT Kopiku Indonesia, Bandung)

IBrC
1. Rendy Anugrah Mahesa (Coffee Smith, Jakarta)
2. Ananditya Rinaldi (Caswells Coffee, Jakarta)
3. Richard Lawardi (Djule Kofi, Jakarta)


Final Indonesia Coffee Events (ICE) 2017


  • IBC
1. Yoshua Tanu (Common Grounds, Jakarta)
2. Jimmy Halim (Common Grounds, Surabaya)
3. Raymond Ali (Luthier Coffee, Palembang)

  • ILAC
1. Ovie Kurniawan (Common Grounds, Bandung)
2. Evelyne Yamin (Common Grounds, Jakarta)
3. Indra Budiman (Common Grounds, Bandung)

  • ICTC
1. Dimas Juliannur Fajar (Segitiga Coffee, Pontianak)
2. Jane Sugianto (SF Roastery – Coffee Lab, Bandung)
3. Ardy Maulana (Office Coffee Roastery, Banjarmasin)

  • IBrC
1. Harison Chandra (Ottoman’s Coffee Brewers, Jakarta)
2. Michail Seno Ardabuana (Eleven Elephants, Bali)
3. Hiro Panji Lesmana (Common Grounds, Jakarta)

Para jawara di tiap kompetisi akan bertanding di tingkat dunia. Untuk pemenang ILAC, ICTC dan IBrC berlaga pada World Coffee Event tahap I , 13-15 Juni 2017, di Budapest, Hungaria. Sementara, pemenang IBC pada World Coffee Event tahap II, 9-12 November 2017, di Seoul, Korea Selatan.

Terdapat beberapa perbedaan dari kompetisi sebelumnya , Indonesia Coffee Events 2015. ICE 2015 terbagi dalam tiga regional penyisihan, yaitu Bali, Jakarta dan Semarang. Waktu pelaksanaan ICE 2015 dimulai pada awal September 2015 dan grand final pada pertengahan Oktober 2015.

Pada ICE 2017, setiap juri wajib mengikuti workshop dan lulus ujian sehingga mendapatkan sertifikasi sebagai juri. Standar sertifikasi ini diakui panitia (Barista Guild Indonesia) sebagai standar juri kopi level dunia.  Bagi calon juri yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir sudah pernah menjadi juri di minimal dua kompetisi nasional resmi (sanctioned by) World Coffee Events maka tetap wajib mengikuti kelas dan tes sertifikasi namun tidak dipungut biaya. Jika tidak sesuai dengan syarat tersebut, maka wajib membayar Rp 2.000.000 / orang untuk tiga sertifikasi (IBC, ILAC, IBrC) atau Rp 1.000.000 / orang untuk satu sertifikasi.

Babak Western Championship dimeriahkan oleh Coffee Village di mana coffeeshop, roastery dan penjual merchandise berbau kopi berkumpul jadi satu. Coffee Village terbilang sukses karena dipenuhi oleh pengunjung yang ingin mencicipi cita rasa kopi Indonesia maupun dunia secara gratis, baik manual brew coffee maupun espresso based.

Pengunjung yang datang pada babak final ICE 2017 beruntung mendapat kesempatan mengikuti workshop meramu kopi dengan berbagai metode dari barista tingkat dunia. Workshop yang diadakan oleh  penyedia peralatan dan bahan baku kopi, Toffin, bertajuk “What’s Brewing” dengan pemateri Hidenori Izaki (2014 World Barista Champion), Francesco Masciullo (2017 Italy Barista Champion) dan Tetsu Kasuya (2016 World Brewer Champion).

Dalam menyaksikan pertandingan final, pengunjung diajak berolahraga dengan berjalan kaki dari Hall B (IBC & ILAC) ke outdoor area (ICTC & IBrC) yang dinaungi tenda di depan Hall C. Sebagai bonus, terdapat kompetisi fruit craving, cake decoration dan cooking competition di outdoor area yang berdekatan dengan panggung ICTC dan IBrC.  


Kiri:undangan, kanan: fastlane ticket
Hal yang sangat disayangkan pada perhelatan final di Jiexpo Kemayoran, Jakarta adalah mengenai undangan yang menjadi tiket masuk ke payung acara ICE 2017, yaitu Food & Hotel Indonesia 2017. Publikasi mengenai undangan yang didistribusikan di Ombe Kofie, Say Something Coffee, Cultivate Coffee dan Coffee Smith tidak disebarluaskan dengan baik dari pihak panitia maupun pihak coffeeshop. Jika mengecek website maupun posting Instagram panitia dan coffeeshop tersebut (tidak termasuk Instastories karena hanya bertahan 24 jam), tidak ada informasi mengenai keberadaan undangan tersebut. Adapun penulis baru mengetahui mengenai tiket masuk seharga Rp 100.000 sehari sebelum acara berlangsung melalui akun Barista Guild Indonesia. Dalam postingan terkait undangan dan tiket tersebut, penulis menanyakan undangan bisa didapatkan di mana, kemudian dijawab dengan nama-nama coffeeshop yang telah disebutkan di awal. Penulis pun kembali bertanya, mengapa hal tersebut tidak diinformasikan dari jauh-jauh hari namun tidak ada jawaban apapun dari panitia.

Kenyataannya, banyak peminat kopi yang ingin hadir namun tidak memiliki undangan atau mungkin tidak mendapat informasi mengenai undangan yang telah tersedia. Bagi yang telah mendapatkan undangan pun tetap harus mengantri dan melampirkan kartu nama sebagai persyaratan mendapatkan id visitor. 

Faktanya, tiket masuk seharga Rp 100.000 hanya untuk tiket gold di mana pengunjung tidak harus antri panjang dibanding dengan pengunjung yang masuk gratis. Tiket masuk tanpa biaya hanya mewajibkan pengunjung melampirkan kartu nama pada fastlane ticket. Kartu nama terlampir kemudian dicetak menjadi id visitor dan tidak disinkronisasikan dengan kartu pengenal. Ini mengindikasikan bahwa siapapun bisa masuk dengan membawa kartu nama, baik kartu nama sendiri maupun orang lain karena tidak adanya pengecekan. Sayang beribu sayang, hal ini sepertinya luput dari perhatian panitia sehingga banyak coffee enthusiast yang menanggung kecewa karena persoalan tiket masuk. Semoga tahun depan persoalan ini tidak terulang lagi.