Pages

Festival Kopi dan Nasib Petani yang Gagal Panen


"Saat ribuan cangkir kopi dibagikan secara cuma-cuma, ada petani kopi yang sedang meratapi nasibnya akibat gagal panen..."
Perayaan hari kopi internasional baru saja berlangsung 1 Oktober lalu. Berdasarkan hasil pengamatan dari media massa dan media sosial, terdapat enam acara di beberapa daerah seperti Jakarta, Karawang, Jombang, Kulonprogo, Jogjakarta, dan Purwokerto (nomor 4-9) yang ikut memeriahkan perayaan minuman berkafein ini. Berbagai kegiatan diselenggarakan mulai dari bazaar; pembagian ribuan cangkir kopi gratis; kompetisi barista, sangrai, seduh, dan latte art; bincang-bincang seputar kopi; kelas dan pelatihan sangrai dan barista; sesi ngopi bareng petani; dan yang menarik adalah pembagian pupuk dan alat pendukung perkebunan kopi.

Tabel acara festival kopi periode minggu terakhir Agustus - minggu pertama November 2017

Ketika berbagai acara banyak melibatkan konsumen, acara bertajuk Dari Jogja untuk Kopi di Kulonprogo dan International Coffee Day 2017 di Purwokerto melibatkan petani dalam acara mereka. Dari Jogja untuk Kopi membagikan pupuk dan bermacam-macam alat pendukung perkebunan kopi. International Coffee Day 2017 di Purwokerto mengadakan sesi ngopi bareng petani, melakukan penanaman bibit kopi bagi peserta acara, dan bersenang-senang melalui manual brewing fun battle. Jakarta Coffee Week 2017 juga memiliki memberi kesempatan untuk petani berinteraksi langsung dengan pembeli melalui Pasar Kopi. Dalam Pasar Kopi, didatangkan petani dari sebelas daerah di Indonesia. Panitia berharap dengan dipertemukan langsung antara petani dan pembeli kopi dapat memberikan bahan bakar semangat kepada para petani.  

Dalam tiga bulan terakhir, sejak akhir Agustus hingga awal Nopember, terselenggara tiga belas acara kopi di berbagai daerah di Indonesia. Mungkin masih banyak acara lainnya yang tidak tercatat atau terpublikasi di media massa maupun media sosial. Banyak dari acara-acara yang terselenggara fokus pada pembagian kopi gratis, sesi bincang-bincang hingga kompetisi. Sedikit sekali acara yang memberikan perhatian pada nasib petani kopi di Indonesia.

Perubahan cuaca yang esktrim di salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia ini telah membuat petani gigit jari akibat gagal panen. Gagal panen diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi. Curah hujan menyebabkan mayoritas bunga kopi rontok dan membusuk sebelum menjadi buah (Merdeka.com, 2017).

Sayangnya, informasi mengenai kegagalan panen kopi ini tampaknya luput dari perhatian media. Berikut terlampir hasil temuan Kopitala terkait berita gagal panen yang terjadi di tahun 2017 ini.


Dari berita-berita tersebut, kegagalan panen kopi tahun terbilang sangat anjlok karena penurunan hasil panen mencapai 90%. Daerah-daerah yang mengalami gagal panen antara lain Bengkulu, Pagar Alam, Lampung Barat, Bandung Barat, Pangalengan, Garut, Tasikmalaya, Temanggung, Bali hingga Manggarai (Flores). Kegagalan panen ini menyebabkan petani tidak dapat memenuhi permintaan eksportir. Petani yang gagal panen juga mencoba peruntungan lain melalui bercocok tanam hortikultura.   

Sementara itu, daerah yang sukses panen kopi adalah Kudus. Petani kopi Kudus sampai berhasil memasok kopi ke wilayah sekitarnya seperti Temanggung. Hal ini dikarenakan Temanggung gagal panen dan tidak mampu memenuhi kebutuhan kopi di daerahnya.        

Sewaktu menyambangi Pasar Kopi di Jakarta Coffee Week 2017, para petani mengeluhkan kegagalan panen tahun ini yang sangat mengecewakan. Padahal, petani sudah mengeluarkan modal yang cukup besar untuk pupuk dan perawatan kebun kopi mereka. Akan tetapi, hasil panen tidak sesuai harapan. Petani kopi berharap adanya bantuan dari pemerintah terhadap gagalnya panen tahun ini.

Asuransi pertanian dapat menjadi salah satu alternatif untuk menyiasati kegagalan panen akibat cuaca ekstrim. Sayangnya, di Indonesia masih berkutat di asuransi pertanian yang khusus padi dan asuransi peternak sapi. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam pasal 7 ayat 2 tercantum bahwa “Strategi Perlindungan Petani dilakukan melalui: a) prasarana dan sarana produksi pertanian; b) kepastian usaha; c) harga komoditas pertanian; d) penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; e) ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa; f) sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim; dan g) Asuransi Pertanian.”

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam pasal 1 ayat 4 menyebutkan bahwa “Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.”. Berdasarkan pasal tersebut pertanian tidak hanya padi--tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan termasuk dalam kategori pertanian. Ini dapat diartikan kopi adalah bagian di dalam pertanian yang dimaksud. Sayangnya, asuransi pertanian di Indonesia saat ini belum dapat melindungi petani kopi yang menderita akibat gagal panen. 

Sementara itu, di negara Asia lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan India telah terdapat asuransi pertanian bagi berbagai produk pertanian seperti kelapa sawit, jagung, cokelat, karet, ikan, bawang dan lain-lain. Pemerintah Malaysia dan Filipina memberi subsidi premi berdasarkan jenis tanaman dan luas pertanian. Di India, petani hanya membayar 1,5%-5% dari total premi berdasarkan jenis tanamannya. (Tirto.id, 2016).

Asuransi pertanian seyogyanya melindungi komoditas pertanian lainnya, selain padi dan ternak sapi, yang juga sama-sama memiliki risiko kegagalan dalam proses panennya. Kegagalan panen kopi yang sangat drastis akan berdampak pada kualitas dan kuantitas kopi. Nasib petani kopi juga terancam akibat modal yang telah dikeluarkan tidak memberikan hasil sesuai harapan. Bagaimana petani kopi dapat membeli pupuk, merawat kebun dan mengolah kopinya dengan baik jika hasil panen kali ini rugi besar? 



Sumber berita dalam tabel:

No comments:

Post a Comment