Pages

BBrC 2016: Kompetisi Lokal, Standar Internasional




Komunitas seduh manual Bandung, Manual Brew Community (MBC), termasuk komunitas yang jeli melihat tren penyeduhan kopi. Sebelum 2015, kompetisi kopi tingkat nasional masih berkutat pada kejuaraan barista, latte art dan cup tasters yang sebagian besar fokus menggunakan mesin espresso. MBC kemudian mempelopori kompetisi seduh kopi yang konon memanfaatkan gaya tarik bumi ini di pertengahan tahun dengan Bandung Brewers Cup (BBrC) 2015.

Dalam skala nasional, kejuaraan seduh manual baru diikutsertakan di penghujung tahun 2015, yaitu Indonesia Brewing Championship (IBrC) yang berdampingan dengan Indonesia Barista Championship (IBC), Indonesia Latte Art Championsip (ILAC) dan Indonesia Cup Tasters Championship (ICTC).

Di tahun 2016, BBrC kembali diadakan dengan antusiasme peserta yang menggebu-gebu. Baru 34 menit pendaftaran dibuka, slot 64 peserta sudah terpenuhi. Membludak. Ratusan orang yang terlambat mendaftar mau tidak mau harus menanggung kecewa.


Terjaring peserta dari berbagai daerah di luar Bandung seperti Jakarta, Tangerang, Cimahi, Cianjur, Garut hingga Jogja datang ke Noah’s Barn, Bandung untuk mengadu keahlian dalam menyeduh kopi pada Kamis, 8 Desember 2016.   Dalam babak penyisihan, seluruh peserta menggunakan biji kopi yang sama dari panitia namun diberi kebebasan menentukan alat seduh manual mana yang ingin digunakan. Di babak ini, compulsory service, kopi dinilai oleh 3 juri yang terdiri dari 2 sensory judge dan 1 head judge dengan metode blind taste di mana juri tidak diperbolehkan melihat proses seduh peserta

Babak selanjutnya, open service yang diadakan di hari berikutnya, adalah babak  di mana 12 peserta dengan nilai tertinggi satu per satu menyajikan kopi terbaik pilihan masing-masing kepada 4 juri. Tim juri diketuai oleh instruktur Q grader pertama di Indonesia, Adi W. Taroepratjeka. Kualitas juri lainnya tak perlu diragukan lagi, juri terpilih telah bersertifikat Q grader dan telah lama melintang di dunia kopi sebagai roaster berpengalaman. Inilah yang membuat BBrC berbeda dari kompetisi seduh manual lainnya karena mengadaptasi standar internasional dengan format scoring ditambah dengan penggunaan refractometer.  

Setiap peserta di babak open service mendapatkan waktu 17 menit yang terdiri dari 5 menit waktu preparasi dan kalibrasi dan 12 menit waktu penyeduhan. Di babak ini, peserta rata-rata menghabiskan waktu 8-10 menit untuk proses penyeduhan. Masropi nampaknya menjadi penyeduh anti-mainstream karena tidak menghiraukan batas waktu yang telah ditentukan. Penyeduh dari Blackkhozie Roastery ini menggunakan alat-alat dari laboratorium yang menyerupai kono dan server seperti pipa panjang. Jika peserta lain menyeduh untuk tiga cangkir sekaligus, pria ini menyeduh kopi asal Sumedang satu per satu, di mana setiap kali proses penyeduhan menghabiskan waktu 5-7 menit.

Masropi, Blackkhozie Roastery
“Saya tidak peduli dengan waktu.” ujar Masropi sambil bercanda saat penonton dan juri mulai terlihat bosan melihat penampilannya. Sontak, penonton dan juri pun tertawa dibuatnya. Total waktu yang dihabiskan Masropi mencapai 27 menit.

Sementara, perwakilan penyeduh perempuan datang dari Jakarta. Odilia Carissa menjadi satu-satunya peserta perempuan di babak 12 besar. Perempuan kelahiran 8 Juni 1996 ini meramu Toraja Sapan dengan alat V60. Sayangnya, hasil seduhannya belum berhasil mengantarkan juara 1 Kompetisi Kalita Mikarika ini ke final BBrC 2016.

Cubung Hanito, Wisangkopi

Peserta dengan supporter terbanyak jatuh kepada Cubung Hanito. Ketika pemilik Wisangkopi ini tampil sontak penonton riuh memberi semangat. Rombongan dari Jakarta ini antusias melihat peserta dengan jaket merah andalanny yang tampil cuek tanpa apron atau kemeja berkerah seperti peserta lainnya. Dengan biji kopi dari daerah Puncak, Bogor, roaster Rumah Sangrai Wisanggeni ini lancar menjelaskan sekaligus menyeduh menggunakan Kalita Wave.

Menjelang malam, kedua belas peserta rampung tampil dan tinggal menunggu pengumuman finalis 3 besar yang akan kembali berkompetisi selepas waktu Isya. Sambil menunggu pengumuman, panitia mengadakan ajang kompetisi untuk para juri Judges Battle – Latte Art. Para juri ditantang untuk menciptakan gambar kopi yang paling menarik.

Peserta dengan nilai tertinggi yang maju ke babak final adalah Prayudha Adhikuasa dari Jakarta, Bambang Wahyu dari Bastaa Coffee Stand Cianjur dan Rifqi Hawari dari Bandung. Dua dari tiga finalis ini bukanlah barista melainkan indiependent brewer yang begitu passionate dengan kopi. Tiga finalis ini harus kembali menyeduh kopi andalanannya sambil memberikan penjelasan mengenai asal muasal biji kopi, penyeduhan hingga rasa apa yang akan tercipta dari seduhannya tersebut.

Ajang kompetisi seduh manual ini dipersiapkan dalam waktu yang singkat, yaitu 6 minggu. Berbagai kendala sempat menghambat penyelenggaraan acara namun dengan semangat gotong royong kedai kopi se-Bandung Raya dan berbagai kota lainnya seperti Purwakarta, Garut dan Semarang, acara ini dapat sukses terselenggara dengan baik. Jumat malam, kala langit tanah Pasundang masih rintik-rintik, keluarlah hasil dari babak final Bandung Brewers Championship 2016. Bambang Wahyu keluar sebagai peserta dengan nilai tertinggi dan berhak mendapat hadiah juara pertama senilai Rp 3.000.000, piala BBrC 2016, tiket pesawat PP Bandung – Bali beserta tiket hotel 3 hari 2 malam, apron, dan 1 kg biji kopi Guatemala Geisha Natural dan  berbagai produk sponsor lainnya. Juara kedua dan ketiga ditempati oleh para indiependent brewers, yaitu Prayudha Adikuasa dan Rifqi Hawari. Selamat untuk para pemenang! 

“Kompetisi ini diharapkan menjadi ajang persiapan untuk mengikuti kompetisi level nasional sekaligus meningkatkan kemampuan para brewers.” tutur Eri Wibowo dari pihak penyelenggara BBrC 2016 ketika ditanya harapan diadakannya kompetisi ini. 

No comments:

Post a Comment