Pages

Cerita Perjalanan Ikut Barista Campfire


Poster acara Barista Campfire Vol. 2

Barista Campfire Vol. 2 menjadi ruang berbagi cerita yang hangat tanpa sekat. Menyatu dengan udara yang sejuk, alam yang asri, dan kebun kopi yang rimbun. 

Pegiat kopi berkumpul di acara Barista Camp Fire Volume 2 (BC Vol. 2). Diselenggarakan oleh Poros Kopi, BC Vol. 2 memberikan beragam perspektif dari industri kopi dari hulu sampai ke hilir.

Acara ini berlangsung selama dua hari satu malam, 9-10 Juli 2025, dengan titik kumpul di Faema Showroom di jantung ibukota. Meski harus datang pagi-pagi sekali, peserta tidak perlu khawatir terkait sarapan dan kopi. Panitia menyediakan sarapan dan tersedia kopi untuk menghilangkan kantuk di perjalanan nanti. 

Faema Showroom

Setelah semua peserta berkumpul, rombongan bertolak ke agenda pertama di Kopi Nako Daur Baur yang berlokasi di Bogor. Butuh waktu sekitar 1,5 jam dari Cideng, Jakarta Pusat ke lokasi acara. 


Mengamati Proses Daur Ulang Gelas Kopi di Kopi Nako Daur Baur 

Peserta disambut dengan kopi lagi, kali ini tersedia Americano dingin dengan pemanis rasa peach. Sembari menyesap segarnya es kopi, pihak Kopi Nako mempresentasikan bagaimana Kopi Nako Daur Baur terbentuk; dari kerja sama kampanye dengan pihak ketiga untuk daur ulang, hingga menjadi aktivasi permanen secara mandiri yang berdampak. 

Kopi Nako Daur Baur

Setelah mendapat penjelasan, peserta diajak ke pabrik pengolahan gelas plastik. Gelas plastik yang sudah dicuci kemudian dihancurkan menjadi keping-keping kecil. Selanjutnya, keping-keping ini diberi pewarna untuk kemudian diproses lewat mesin press untuk menjadi palet. Palet pun dipotong sesuai kebutuhan dan tujuan. Hasil akhirnya bisa menjadi meja, jam tangan, tutup tumbler, bar kopi, sampai bilik ATM. 


Menuju Area Perkemahan di Tengah Kebun Kopi 

Agenda berikutnya adalah ke lokasi camping yang berada di tengah perkebunan kopi. Estimasi perjalanan di rundown sekitar dua jam, tetapi jalur yang seharusnya dilewati terhadang banjir sehingga rombongan putar balik dan mengambil jalur alternatif yang memutar jauh. Tidak hanya jalurnya memutar, kami disuguhi beragam rute–dari yang mulus, berbatu, menanjak dan menurun dengan tukikan tajam yang bikin penumpang merapal doa. 

Kami sampai sekitar pukul 16.30 di titik transit, yaitu sebuah warung dengan plang nama tempat berkemah tujuan kami, Rawdee Coffee Plantation. Minibus yang kami tumpangi hanya bisa sampai sini. Akses ke area camping berupa jalan makadam yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan yang handal di jalur offroad. Kami dijemput dengan mobil berkabin ganda yang memang jadi fasilitas dari pengelola.

Hari makin gelap karena kabut yang mulai turun di kaki Gunung Halimun. Rombongan minibus pertama dibawa dengan dua mobil kabin ganda sementara rombongan kedua menunggu di warung. Saya yang ada di rombongan pertama melewati jalan makadam dan sungai kecil dalam remang sore dan sapuan kabut. Rombongan ini ke area berkemah tanpa kendala berarti, selain jalan berbatu yang ekstrem dan membuat mobil berjalan amat pelan bak siput. 

Kondisi jalan menuju area kemah

Mobil pengelola pun kembali menjemput rombongan kedua di titik transit. Sayangnya, di tengah perjalanan, salah satu mobil yang membawa penumpang ke area kemah mengalami selip ban. Mobil yang sehat bergegas berangkat agar bisa menurunkan penumpang dan kembali menjemput penumpang yang tertinggal di tengah rute. 

Langit sudah gelap ketika semua rombongan tiba dengan lengkap. Kami menempati tenda-tenda yang telah disediakan, menaruh barang, bersih-bersih, dan bersiap-siap untuk agenda selanjutnya. Area berkumpul sudah dikelilingi tenda terbuka berisi bar kopi, tenda cemilan, area barang panitia, dan area penonton. Gerimis menginterupsi. Jadwal sedikit bergeser, untungnya tak terlalu lama. 

Peserta sampai di area perkemahan

Sembari menunggu gerimis usai, peserta diminta memperkenalkan diri dengan menginformasikan nama, asal. dan bagaimana bisa tahu informasi acara ini yang sangat YTTA (Yang Tau-Tau Aja). Terindikasi banyak peserta berasal dari Depok dan Jakarta sekitarnya. Selain itu, ada juga peserta yang berasal dari luar Jabodetabek seperti, Semarang, Sumatra, dan Papua. 

Menggali Perspektif Ahli Kopi, Roti, dan Harmoni 

Setelah semua peserta memperkenalkan diri, gerimis ikut membubarkan diri. Api unggun menyala di tengah area diskusi untuk memberi kehangatan di tengah dinginnya lembah Halimun.

Acara diskusi dimoderatori langsung oleh penggagas acara, Mas Yudis, segera dimulai dengan narasumber yang ahli di bidangnya masing-masing. Moderator menggali bagaimana setiap narasumber menjalani bisnis kopi, roti, dan ruang dengar musik dengan penuh gairah dan terus bertahan hingga kini. 

Sharing session bersama para ahli

Menarik mendengarkan bagaimana Muhammad Aga yang mulanya bermain teater dan aktif bermusik, mengubah haluan karier menjadi barista. Mencicipi lomba-lomba yang membuatnya semakin dikenal, menjadi aktor, pemengaruh, dan dua kali menjadi barista nomor 1 di negeri ini. Untuk kali pertama, Aga meraih juara barista pada tahun 2018 dan juara barista nasional terbaru di tahun 2025–yang akan berlaga di World Barista Championship pada Oktober mendatang di Milan, Italia.   

Selanjutnya, ada Arif Liberto Jacob yang berasal dari keturunan Belanda Depok dengan marga Jacob. Pria ini membangun Jacob Koffie Huis tahun 2017 dengan tujuan melestarikan rumah peninggalan leluhur. Ketika kedai kopinya sudah berkembang pesat, Arif bisa fokus merawat renjananya terhadap musik dan perangkat audio dengan merilis Emily Listening Space di awal 2021. Bar kopi dengan ruang dengar untuk menikmati lantunan dari vinyl ini menjadi yang pertama di Depok. Emily Listening Space menempati rumah panggung berbahan dasar kayu yang merupakan peninggalan Letjen TNI (Purn) Gustaf Hendrik Mantik, Gubernur Sulawesi Utara periode 1980-1985. Tak hanya mengurus Jacob Koffie Huis dan Emily Listening Space, Arif kini juga berkeliling menjadi pramuirama (DJ) yang menambah syahdu suasana lewat Emily Selector.  

Narasumber berikutnya lebih terkenal akan produk rotinya yang selalu diincar dan bikin antrean mengular. Ada Rocky Martadinata dari Roti Macan dan Tri Tangtu Kopi Roasters (TTKR). Roti Macan menjadi jenama selalu habis dalam sekejap setiap berpartisipasi di festival kopi, sementara toko yang di Bandung selalu diburu warga lokal dan turis yang ingin mengudap roti sourdough yang lembut dengan citarasa yang menggugah lidah. Fokus awal Roti Macan yang terpaku pada riset produk membuat produk ini unggul secara kualitas. Rocky mengaku saking fokusnya tim Roti Macan tidak memikirkan bagaimana marketing produk ini. Energi terserap untuk uji coba untuk mendapatkan rasa yang sesuai selera. 

Di akhir sesi, peserta diberikan kesempatan bertanya kepada tiga narasumber. Diskusi semakin menarik memantik pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari moderator. 

Diskusi berakhir dan keakraban kian mengalir. Selepas diskusi, peserta yang tadinya duduk di bawah tenda bergeser ke tengah mendekati api unggun karena hawa yang semakin dingin. Peserta bernyanyi bersama dengan iringan gitar. Sesekali pemain gitar kebingungan mencari kunci untuk lagu berikutnya, bersambut tawa dari yang lainnya. Purnama tampak jelas di langit, sebagian masuk tenda dan memejamkan mata; sebagian lainnya terjaga hingga tengah malam. 

Pagi Syahdu di Tengah Kebun Kopi 

Tidur terasa lebih nyenyak di tengah nyanyian alam lewat jerit serangga dan sepoi halus desir angin. Bangun pun terasa segar seperti mengisi ulang energi yang hilang.

Emily Selector

Sesi Emily Selector yang seharusnya dilaksanakan setelah diskusi semalam diganti ke pagi hari. Sembari menemani peserta menyantap sarapan, Arif dan Dio telah siap memutarkan lagu-lagu dari piringan hitam. Kabut tipis, warna-warni tenda, perbukitan dan kebun kopi yang menghijau menambah suasana syahdu berteman alunan lagu-lagu. Kami kembali disuguhkan kopi yang diolah dari kebun kopi Rawdee dengan tiga varian pascapanen yang dapat kami cicipi, yaitu proses Full Washed, Natural, dan Honey

Mengunjungi kebun kopi 

Selepas sarapan, kami berjalan ke perkebunan kopi yang mengelilingi area perkemahan. Tim Rawdee menjelaskan berbagai hal tentang tanaman kopi yang tumbuh di sana, seperti kondisi awal, luas kebun, kultivar kopi dan ragam bentuk tanamannya, hama yang biasa menyerang tanaman kopi hingga kondisi saat ini yang sudah jauh lebih baik. 

Selanjutnya, kami menuju ke area pengolahan ceri kopi. Ini adalah tempat di mana kopi yang sudah matang dicuci, dikupas kulit buahnya dan dijemur sesuai kebutuhan proses pascapanen. Setiap proses pascapanen punya metodenya sendiri yang memberikan citarasa berbeda pada biji buah kopi dari kebun yang sama.  

Rumah jemur kopi
Rumah jemur kopi

Setelah dari rumah jemur kopi, rombongan menuju curug yang ada di sekitar area perkemahan. Walaupun terbilang dekat, dengar-dengar treknya menantang dengan rute yang terjal nan licin. Oleh karena itu, saya memutuskan undur diri dari rombongan yang ke curug karena ada cedera lutut yang belum sembuh total.  

Saya kembali ke area kemah dan ternyata ada beberapa bapak-bapak yang juga tidak ikut. Saya ikut nimbrung perbincangan terkait kompetisi dan industri kopi yang seru ini. Ada Pak Hendra seorang juri kopi level internasional, Pak Mario dari perwakilan brand mesin kopi, dan Rocky dari TTKR & Roti Macan. 

Perkebunan kopi di kaki Gunung Halimun.

Setelah ngobrol-ngobrol, saya jalan kaki di sekitar area perkemahan. Menikmati desir angin, gemirisik daun, dan pekik tonggeret yang berbunyi tanpa henti. Berada di tengah alam membuat suasana hati terasa lapang dan sejuk. Bernafas dengan oksigen yang melimpah, bertemu dengan orang-orang yang punya minat yang sama, musik dan obrolan yang menggugah–semuanya bikin hati penuh dengan rasa syukur. 

Beruntung sekali bisa ikut acara ini, meski awalnya sempat penuh kuota ketika awal mendaftar. Masuk daftar tunggu sekitar seminggu hingga akhirnya dihubungi Mas Yudis bahwa ada peserta yang batal. Slot untuk saya akhirnya tersedia dan segera saya mendaftar via situs yang disediakan. 

Rombongan dari curug datang dan bersamaan dengan itu makan siang juga disiapkan panitia. Selesai makan siang adalah waktunya berkemas. Kembali ke realita. 

Seluruh peserta dan panitia Barista Camp Fire Vol. 2

Seluruh foto dokumentasi pribadi, kecuali foto "Rumah jemur kopi" dan "Seluruh peserta dan panitia Barista Camp Fire Vol. 2" oleh Faizal Ramadhan. 

Foto yang lebih lengkap akan diunggah berkala di Instagram @kopitala


No comments:

Post a Comment