Pages

Perjalanan EXPOSE Vol. 1: Diskusi Buku Mencari Kopi Flores dan Sesi Cupping Kopi Flores

Sekilas Tentang Beng Rahadian 
Komik yang secara khusus mengangkat tema kopi bisa dibilang langka, setidaknya di Indonesia. Semakin langka ketika komik tersebut terbit dalam bentuk buku, bukan potongan komik strip di koran atau majalah. Beng Rahadian adalah komikus yang memilih jalan sunyi itu. 

Komik bertema kopi yang diterbitkan pertama kali oleh pria bernama lengkap Bambang Tri Rahadian ini berjudul 101 Canda Kopi. Komik ini terbit tahun 2015 yang merupakan kumpulan komik strip karyanya di harian Koran Sindo. Berisi tentang ragam fenomena ngopi, dari yang tradisional sampai kekinian, dari perdesaan sampai perkotaan. 

Buku komik 101 Canda Kopi
Beng tidak berhenti di situ. Pada 2016. Beng, yang kini menjabat Kaprodi Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Kesenian Jakarta (IKJ), menerbitkan buku kedua bertemakan kopi, yaitu Mencari Kopi Aceh. Buku ini merupakan buah pikir yang dituangkan dalam bentuk tesis untuk studi pascasarjananya di IKJ. Bercerita tentang bagaimana kehidupan masyarakat salah satu daerah penghasil kopi terbesar di negeri ini. 
Buku komik Mencari Kopi Aceh
Baru-baru ini, Beng menerbitkan komik kopi paling anyar. Sebuah dokumentasi perjalanan, yang tidak hanya dibukukan, tetapi juga menjadi bagian dari syarat kelulusan studi doktoralnya di Institut Seni Indonesia Bali. Komik kopi tersebut berjudul Mencari Kopi Flores yang baru saja dirilis pada Juni 2025 oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. 

Pertemuan di Festival Kopi Flores 
Pertengahan September 2016, Harian Kompas menggelar acara Festival Kopi Flores di Bentara Budaya, Jakarta. Kopi-kopi dari berbagai daerah di Flores disajikan, lengkap dengan petani dan pemroses kopinya. Tidak hanya itu, festival ini dimeriahkan dengan lokakarya, gelar wicara, sampai pertunjukkan seni tari dan musik khas Pulau Bunga. 
Dokumentasi acara Festival Kopi Flores
Lewat acara ini, penulis berkenalan dengan Beng Rahadian di sebuah stan kopi. Lupa bagaimana awalnya, tetapi kami akhirnya bertukar kontak karena Mas Beng penasaran dengan rute perjalanan solo saya dari Larantuka sampai Labuan Bajo. Trip solo ini memang bukan khusus untuk menjelajahi kebun kopi, tetapi setidaknya memberikan gambaran bagaimana rupa dan rasa Pulau Flores dari mata seorang pejalan. Tak lama, saya memberikan kumpulan tulisan perjalanan saya dan kami saling follow di Instagram. 


Beberapa bulan kemudian, saya baru membaca komik 101 Canda Kopi di sebuah kedai kopi di bilangan Lebak Bulus, Philocoffee. Cerita yang ditampilkan adalah gambaran keseharian masyarakat yang hidupnya tak lepas dari kopi. Unik, kritis, dan menggelitik. Tak lama setelah itu, komik Mencari Kopi Aceh juga terbit. 

Mencari Kopi Flores 
Melalui unggahan di Instagram, Mas Beng tampak sudah memulai perjalanannya ke Flores pada penghujung 2019, berselang tiga tahun dari acara Festival Kopi Flores. Ikut senang melihat Mas Beng berhasil berangkat ke tanah Flobamora. Tak sabar menantikan dokumentasi perjalanan ini yang akan diejawantahkan lewat buku komik. 

Beruntung Mas Beng sempat bertolak ke Flores waktu itu karena tahun berikutnya pandemi melanda dunia. Semua orang “terkunci” di rumah dan perjalanan, baik jarak dekat apalagi yang jauh, dibatasi dengan ketat. Pertemuan-pertemuan luring penuh dengan kewaspadaan akibat penularan virus yang sangat cepat sehingga ruang-ruang perjumpaan digantikan dengan metode daring, termasuk ruang-ruang belajar seperti kelas sekolah sampai kuliah. 

Dengan metode pembelajaran daring tersebut, siapa saja dan di mana saja bisa mengikuti kelas atau seminar yang diadakan lewat layanan seperti Zoom atau Google Meet. Pada masa pandemi tersebut, Mas Beng meramu perjalanannya mencari kopi di Flores untuk menjadi bagian dari disertasinya yang kemudian dipresentasikan dalam beberapa seminar daring. Saya sempat mengikuti satu-dua seminar daring yang terbuka untuk publik. Menarik sekali menyimak akademisi berdialektika membahas sebuah topik terkait kopi dan penciptaan seni. 

Tak disangka sekitar akhir 2023, kembali berjumpa dengan Mas Beng untuk diskusi seputar disertasinya. Disertasi tersebut masih membutuhkan beberapa data penunjang supaya lebih valid dan akurat. Saya diminta sedikit membantu di bagian ini dan tentu dengan senang hati membagi data-data terkait.

Setahun lebih berselang, Mas Beng berhasil mempertahankan disertasinya dan meraih gelar doktor pada Februari 2025. Komik dengan genre Graphic Travelogue ini pun semakin terlihat hilalnya. Potongan materi komik muncul bertahap sebagai bagian promosi yang bikin makin penasaran. Akhir Juni 2025, komik Mencari Kopi Flores resmi terbit ke publik. Acara peluncuran komik ini berlangsung di Bentara Budaya, tempat di mana Festival Kopi Flores hampir satu dasawarsa lalu diadakan, yang membuat Mas Beng berinisiatif menjelajahi tempat kopi Flores tumbuh. 

Inisiatif EXPOSE
Sangat disayangkan bahwa saya berhalangan hadir di acara peluncuran Mencari Kopi Flores padahal sudah cukup lama mengamati proses pembuatannya. Tanpa pikir panjang, saya langsung membeli komik ini di lokapasar daring. Tak sabar ingin segera membaca isinya. 

Komik Mencari Kopi Flores akhirnya tiba dengan ilustrasi rumah adat Wae Rebo sebagai latar belakang, sosok Mas Beng yang berdiri menghadap rumah tersebut sambil membentangkan tangan, serta latar depan tanaman kopi lengkap dengan buah ceri merah dan hijau. 

Bagian awal komik ini menceritakan alasan perjalanan Mas Beng ke sebuah pulau di timur di Indonesia. Ternyata, penulis komik tidak langsung ke Flores, melainkan singgah di Kupang terlebih dahulu. Kedatangannya ke bagian barat Pulau Timor ini menjadi kisah yang juga patut disimak, sedikit banyak memberikan gambaran masyarakat Kupang dan tradisi minum kopinya. 

Setelah berkegiatan di Kupang dan wilayah sekitarnya, perjalanan berlanjut ke Pulau Flores. Membaca bagian ini, halaman demi halaman, sungguh membuat hati saya penuh dengan nostalgia akan keindahan alam dan keramahan warga Nusa Bunga ini. Saya hampir menitikkan air mata saat melihat sketsa lanskap Flores yang tercetak di dua halaman penuh, begitu mempesona. Ada perasaan yang berbeda saat melihat foto dan ilustrasi, dalam konteks membaca buku ini, ilustrasi menerbitkan segurat rasa haru pernah menjejakkan kaki di sana. 

Ingin rasanya mendiskusikan isi buku ini, pertanyaannya adalah dengan siapa saya bisa membicarakan buku ini? Melihat dua judul komik sebelumnya, masih banyak teman-teman di komunitas kopi yang belum mengetahui keberadaan komik-komik tersebut. Berawal dari keresahan inilah, terbersit ide untuk membuat ruang diskusi komik Mencari Kopi Flores

Berbekal pengalaman mengelola acara sewaktu menjadi manajer band indie membuat saya lebih mudah merencanakan dan mengelola acara ini. Konsep awal acara rencananya terdiri dari tiga sesi, yaitu diskusi buku, cupping kopi Flores, dan sesi adu seduh manual kopi. Saya bekerja sama dengan kedai kopi yang juga ruang kolaboratif yang sering saya datangi, yaitu HUS Brew.

Bersama Mas Bagus dan Mas Ari dari HUS Brew, kami pun berembuk menentukan konsep acara yang lebih detail. Saya juga dibantu oleh tim Indonesia Menyeduh dan Mega dari Tamasya Kedai Kopi yang dengan sukarela menjadi media partner. Ada juga Jakarta Coffee Spot yang ikut menjadi media partner yang dihubungi via tim HUS Brew. 

Awalnya, acara ini akan menjadi bagian dari acara rutin HUS Brew, Sunset Cupping, di mana peserta acara dapat mencicipi kopi sembari berbincang dengan mitra penyangrai kopi yang berkolaborasi dengan HUS Brew. Akan tetapi, dikarenakan ada mata acara diskusi buku yang berbeda dari konsep Sunset Cupping, akhirnya diputuskan untuk mencari nama baru untuk acara ini dengan saya sebagai penggagas acara. Selain itu, sesi adu seduh manual kopi juga dieleminasi dari rundown

Sesi cupping adalah aktivitas mencicipi beragam kopi untuk menilai kualitas rasa dan aromanya. Saya coba mencocokkan titik-titik persinggahan Mas Beng di Flores dengan lokasi tanam prosesor kopi yang akan kami ajak kerja sama. Prosesor kopi dengan lokasi tanam yang paling sesuai adalah Adena Coffee, di mana tim Adena Coffee bekerja sama dengan mitra petani kopi di Kelimutu, Manggarai, Bajawa, dan Wae Rebo. 

Saya menghubungi Mas Beng untuk hadir sebagai narasumber di acara komunitas yang perdana saya kelola. Jadwal beliau yang memungkingkan hanya akhir pekan di penghujung Agustus. Jadwal pun dikunci, lanjut menghubungi kawan dari Adena Coffee yang antusias menyambut ide acara ini. Setelah pengisi acara mengonfirmasi, poster pun didesain oleh Dima dari tim HUS Brew. 

Realisasi Acara 
Kami merilis poster acara sekitar dua minggu sebelumnya tanpa tahu apa yang akan terjadi jelang acara nanti. Satu per satu peserta mendaftar lewat direct message Instagram @HUSbrew. Sebagian lainnya mendaftar lewat pesan pribadi dengan saya. Akun @indonesiamenyeduh juga memberikan beberapa tiket gratis untuk para pengikutnya. Kuota peserta hampir penuh. 
Poster Expose Vol. 1
Acara bertajuk “EXPOSE Vol. 1: Diskusi Buku & Sesi Cupping” direncanakan berlangsung Sabtu, 30 Agustus 2025, jam 15.00-18.00, di HUS Brew, Jalan H. Ramli No. 7, Tebet, Jakarta Selatan. Sebuah akhir pekan di penghujung bulan di mana mayoritas pekerja kantoran sudah gajian. Tanpa disangka-sangka, awal pekan di minggu tersebut terjadi demonstrasi besar di depan Gedung DPR RI. Demonstrasi memanas ketika seorang pengendara ojek daring tewas terlindas kendaraan taktis (rantis) barracuda milik Brimob. Gelombang demonstrasi meluas di beberapa titik di Jakarta dan kota-kota lainnya, diikuti pembakaran gedung pemerintahan, fasilitas umum, dan penjarahan rumah-rumah pejabat. Kami pun ikut cemas. Beberapa acara yang berlangsung di radius terdekat titik demonstrasi pun ditunda. 

Sebuah pesan masuk, “Melihat situasi dua hari kemarin, acara besok kita lanjut atau ada penyesuaian?”. Saya terdiam sesaat. Ini harus bagaimana, tanya saya dalam hati. Saya berdiskusi dengan pengisi acara dan penyedia tempat. Kami mencapai sebuah keputusan untuk melanjutkan acara ini, mengingat hidup harus terus berjalan. Selain itu, lokasi kedai kopi ini juga bukan berada di radius area demonstrasi yang selama ini berlangsung (Gedung DPR, Polda, Mako Brimob Kwitang). 

Stick to the plan. Kami menyiapkan area yang akan menjadi lokasi diskusi, yaitu di lantai 2 yang berisi meja panjang dan rak buku. Bersama Mas Ari dan Enda, kami bertiga menggeser meja dan rak buku, merapikan kursi-kursi agar tata letaknya membuat nyaman peserta dan pembicara. Sesi cupping rencananya dilakukan di lantai paling atas di mana bar HUS Brew bertempat. 
Menyiapkan kursi untuk peserta Expose Vol. 1
Belum sampai 24 jam sejak semalam, saya sudah sampai HUS Brew selepas makan siang. Langit kelabu dan rintik tipis mengiringi sepanjang perjalanan menuju kedai kopi di bilangan Menteng Dalam, Tebet ini. Saya hanya bisa berdoa agar rintik ini tidak berubah menjadi hujan besar, setidaknya beberapa jam ke depan. 

Buku Mencari Kopi Flores telah berjajar rapi di meja. Rupanya tim wholesale Gramedia sudah datang terlebih dahulu. Layar televisi untuk menampilkan presentasi pembicara belum diatur, maklum baru saja datang dan belum sempat dipakai. Kami pun coba berbagai cara agar televisi ini bisa mirroring dari tablet saya. Dua buah microphone kabel yang baru sampai tadi malam, hasil meminjam dari seorang kawan saya dan pengeras suara pinjaman dari teman Mas Bagus, sudah terpasang, tetapi tidak bisa dipakai berbarengan. Jadi, hanya bisa dipakai satu saja dan ini sudah cukup. 
Buku komik Mencari Kopi Flores
Mas Beng tiba hampir berbarengan dengan waktu kedatangan saya. Jelang pukul 15.00, semua perlengkapan sudah siap. Peserta yang hadir baru satu dan mengabarkan dua kawannya membatalkan datang. Saya coba mengontak peserta yang daftar, mereka menginformasikan masih dalam perjalanan. Selang 15 menit berlalu, satu per satu peserta bermunculan. Sembari menunggu yang lain, peserta berjalan-jalan ke lantai tiga untuk melihat-lihat pemandangan kota. 

Kami memutuskan untuk memulai acara sekitar pukul 15.30. Diawali dengan perkenalan peserta diskusi, sembari menunggu yang masih di jalan. Saya meminta peserta untuk menyebutkan nama, domisili, dan buku yang terakhir dibaca. Menarik mengetahui variasi bacaan teman-teman yang datang. 

Mas Beng Rahadian bercerita tentang proses penulisan Mencari Kopi Flores
Setelah semua yang datang memperkenalkan diri, saya sebagai moderator mempersilakan Mas Beng untuk duduk di bagian depan. Saya memberi pengantar sebentar, bergeser ke kursi peserta, dan selanjutnya menjadi operator untuk Mas Beng mempresentasikan bagaimana Mencari Kopi Flores tercipta lewat paparan salindia. Saat itu, Mas Beng sedang kurang fit dan suaranya agak serak. Di perencanaan awal, kami tidak terpikir untuk memakai pengeras suara, tetapi tercetus beberapa hari jelang hari H. Untungnya, kami memutuskan untuk menyediakan perangkat ini sehingga Mas Beng tidak perlu terlalu berusaha keras agar suaranya terdengar semua peserta. 
Peserta diskusi
Peserta menyimak dengan seksama. Sebagian mencatat penjelasan Mas Beng, mengangguk-angguk, sesekali mengambil gambar dan video. Usai presentasi Mencari Kopi Flores selesai, saya kembali duduk di samping Mas Beng dan memberi ruang untuk peserta bertanya. Sesi tanya ini langsung dijawab oleh narasumber agar lebih interaktif. Hujan deras turun sebentar di tengah acara, dengan banyaknya sisi ruangan yang terbuka, sempat terciprat sedikit ke area peserta sehingga banyak yang bergeser kursi ke bagian dalam.  

Mas Beng Rahadian bercerita tentang proses penulisan Mencari Kopi Flores
Senang sekali dengan pertanyaan yang kritis dari peserta. Dari bagaimana memilih konflik mana yang bisa masuk menjadi materi cerita dan mana yang lebih baik tidak perlu ditampilkan. Pada bagian ini, pembuat karya perlu memiliki kepekaan akan isi narasi dan bagaimana caranya menyampaikan hal yang sekiranya berisiko. Saat menjawab pertanyaan terakhir dengan isu yang agak sensitif, tiba-tiba mati listrik. Kami curiga ada sesuatu. Jangan-jangan ada intel yang ikut jadi peserta. Hehe. Tak terasa sesi pertama segera berakhir dengan dijawabnya enam pertanyaan dari peserta.


Langit sore masih kelabu sehabis hujan. Peserta diminta menuju lantai tiga untuk lanjut ke sesi berikutnya. Sesi ini untuk melengkapi pengalaman peserta acara di mana setelah mendengar kisah perjalanan menelusuri Flores, peserta dapat mencicipi langsung kopi yang diolah dari tanah Flobamora. 

Sesi ini dipandu oleh Aga dari Adena Coffee yang membawa koleksi terbaru edisi panen tahun ini. Sebenarnya, ini adalah kopi-kopi sampel yang dibawa langsung dari Flores oleh Aby beberapa hari sebelum acara berlangsung. Fresh crop coffee. Ada sembilan koleksi kopi untuk sesi Flores Coffee Cupping kali ini yang berasal dari berbagai daerah di Flores, seperti Tura Jaji (Kelimutu), Manggarai, Wae Rebo, dan Bajawa. Betapa kebetulan bahwa titik-titik lokasi ini adalah persinggahan Mas Beng selama di Flores. 
Aga dari Adena Coffee
Selain berasal dari berbagai daerah di Flores, kopi yang dibawa Adena Coffee memiliki beraneka proses pascapanen kopi yang membuat citarasa kopi semakin menarik. Koleksi kopi tersebut terdiri dari Flores Tura Jaji Full Wash, Flores Tura Jaji Mewangi Honey, Flores Manggarai Giling Basah, Flores Manggarai Hybrid Wash, Flores Manggarai Natural, Flores Manggarai Honey, Flores Wae Rebo Full Wash, Flores Bajawa Full Wash, dan Flores Bajawa Natural. 
Sesi blind cupping
Sesi icip kopi kali ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama-tama, peserta diajak menghirup aroma kering, aroma basah kopi, dan mencicipi kopi dengan protokol Covid (cairan kopi diambil menggunakan cupping spoon, lalu dituang ke gelas kecil untuk menghindari kontaminasi); tanpa mengetahui kopi apa yang sedang diselidiki. Istilahnya, blind cupping

Cupping dengan protokol
Selama proses cupping, Aga menjelaskan sekilas tentang bagaimana kerja-kerja Adena Coffee, lokasi mana yang menjadi cakupan, dan relasinya dengan petani serta prosesor kopi. Sembari mencicipi kopi, peserta bertanya-tanya tentang bagaimana mencicipi kopi yang benar, bagaimana perbedaan aroma dan rasa bisa tercipta, serta berbagai topik lain yang membuat obrolan seputar kopi mengalir. 


Setelah semua peserta mencicipi semua koleksi kopi, Aga bertanya kopi nomor berapa yang menjadi favorit setiap orang. Ada kopi yang menjadi favorit dengan pemilih terbanyak, ada kopi yang hanya sedikit dipilih. Informasi kopi pun akhirnya dibuka, peserta jadi tahu kopi daerah mana dan dengan proses pascapanen apa yang menjadi favorit mereka. 


Sesi cupping yang kedua pun dimulai di mana semua tahap dilakukan sama dengan yang pertama, tetapi dengan detail kopi yang sudah diekspos. Ari dan Jovaldi dari HUS Brew dengan sigap memasak air menggunakan ketel listrik dan segera menuang air panas ke gelas-gelas bening yang telah berisi bubuk kopi. Empat menit berlalu, keduanya bergegas membuang ampas kopi yang mengambang agar lebih mudah dicicipi peserta. Sisa dari sesi pertama masih ada sebagian. Di sesi terakhir ini, peserta diajak untuk mencicipi kopi versi panas dan dingin untuk merasakan perbedaan rasa dengan rentang suhu yang berselisih jauh. 

Senang sekali melihat bermacam-macam ekspresi peserta saat sesi cupping. Ada yang terlihat penasaran, serius memperhatikan pemandu acara, menelisik kopi dengan seksama, mencoba meresapi rasa di tiap tegukan, dan tampak puas ketika menemukan kopi yang cocok dengan seleranya. Begini rasanya bahagia melihat acara berjalan lancar dan peserta tampak menikmati setiap mata acara yang disuguhkan. 

Langit abu-abu berganti gelap malam. Acara hampir usai. Perwakilan HUS Brew, Ari, memberikan kata-kata penutup untuk peserta dan pengisi acara. Momen sepatah dua patah kata ini seharusnya di awal acara, tetapi karena kondisi bar yang ramai dan mereka under staff, akhirnya diganti ke penghujung acara. 

Lega rasanya acara telah berakhir dengan segala aral merintang. Terima kasih sebesar-sebesarnya untuk tim HUS Brew (Mas Bagus, Mas Ari, Jovaldi, Joel, Bima, Dima, dan Endah) yang telah memberikan ruang dan kesempatan untuk saya mewujudkan ide acara diskusi buku dan cupping ini. Terima kasih banyak untuk Mas Beng Rahadian yang telah berkenan hadir meluangkan waktu dan energi di acara kecil-kecilan ini. Beribu terima kasih untuk Adena Coffee (Aby dan Aga) yang juga mau ikut berkontribusi di acara perdana ini walau huru-hara melanda ibukota. Terima kasih juga untuk Kak Shinta, Mega dan Tamasya Kedai Kopi, Indonesia Menyeduh, dan Jakarta Coffee Spot yang telah berbaik hati menjadi teman diskusi dan membantu mempromosikan acara ini tanpa pamrih. Terima kasih untuk semua peserta yang berani melangkah ke luar rumah untuk hadir ke Expose Vol. 1 meski kondisi ibukota sedang tidak baik-baik saja. Hati saya rasanya penuh. 

Semoga segera ada edisi berikutnya. Jika ada masukan apa yang menarik untuk dibahas untuk Expose Vol. 2 atau kerja sama aktivasi acara lainnya, silakan tulis di kolom komentar atau hubungi via DM Instagram @kopitala


Dokumentasi acara oleh Bima @bimadarda
Poster acara oleh Dima @dima.namana_ 

No comments:

Post a Comment